Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bisnis Wisata Religi Kian Unjuk Gigi

Bisnis Wisata Religi Kian Unjuk Gigi Kredit Foto: Antara/R Rekotomo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Potensi wisata religi memperlihatkan tren meningkat. Para travel agent yang khusus menggarap pasar outbound wisata religi tidak pernah sepi konsumen. Tinggal kepiawaian para tour operator dalam mengolah urusan “surga” ini agar semakin diminati konsumen. 

Sebagai bagian dari binsis wisata, wisata religi mempunyai potensi dan segmen pasar tersendiri. Misalnya saja, wisatawan muslim yang lazimnya berwisata religi lewat umrah. Umrah kian menjadi alternatif ibadah haji bagi kaum menengah atas maupun bawah mengingat waktu tunggu keberangkatan ibadah haji yang relatif lama antara 11—29 tahun.

Syam Resfiadi, Ketua Asosiasi Pengusaha Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia (Asphurindo) yang juga pemilik Patuna Travel, menyatakan setiap musimnya tidak kurang dari 800 ribu—900 ribu orang Indonesia mengadakan perjalanan umrah dengan biaya rata-rata Rp20 juta ke atas. Artinya, nilai pasarnya kurang lebih mencapai Rp18 triliun per tahun. Adapun jemaah umrah mandiri (mem-booking tiket pesawat dan hotel sendiri) membutuhkan biaya sekitar Rp16 juta hingga Rp17 juta.

Patuna sendiri mengangkut sekitar 6.500 jamaah umrah setiap musimnya dengan rata-rata kenaikan margin keuntungan 15%—20% setiap tahunnya. Biasanya, bulan Juni menjadi musim tersibuk karena bertepatan dengan Ramadan dan liburan, juga bulan April dan Desember.

Namun, bukan berarti bisnis ini tanpa tantangan. Adanya pemain yang berani banting harga lewat diskon besar-besaran juga turut mewarnai bisnis ini. Misalnya, kemunculan First Travel yang fenomenal dengan memberi diskon hingga 20%—40%, yang secara logika bisnis tidak lazim.

"Tiket perjalanan Jakarta-Jeddah-Jakarta saja biasanya mencapai Rp14 juta, memang masih bisa dipangkas hingga Rp3 juta jika mengambil pemberangkatan dari Kuala Lumpur misalnya. Atau komponen lain, seperti hotel berbintang 3 dengan radius kurang dari 1 kilometer (km) dari Masjidil Haram juga harganya lebih miring dari hotel berbintang 4 atau 5," kata dia.

Sementara bagi umat Kristen, Yerusalem menjadi destinasi wisata religi popluer. Kota seluas 125,1 km persegi—yang berada di pusaran konflik ratusan tahun lamanya itu—menjadi magnet tersendiri. Terlebih, setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui kalau kota tersebut merupakan ibu kota Israel. Berada dekat dengan Laut Mediterania, kota ini memiliki empat musim, walau saljunya tidak turun lebat.

Setiap tahunnya, sebanyak 3 juta turis mendatangi Israel. Sebagian besar datang ke Yerusalem untuk wisata religi karena statusnya sebagai kota suci dan banyaknya situs peninggalan agama di sana. Gereja Makam Kudus dan Jalan Duka merupakan objek wisata utama. Setelah dari sana, turis biasanya mengunjungi Monumen Peringatan Yad Vashem dan Museum Israel. Di museum tersebut, tersimpan lebih dari 500 ribu barang seni mulai dari lukisan sampai patung. Beberapa di antaranya merupakan saksi bisu terciptanya kitab suci Injil.

Sebagian turis yang telah datang ke Yerusalem biasanya tersandera "Sindrom Yerusalem", berupa gangguan psikis akibat terpengaruh oleh suasana sakral di sana. Dr. Grigory Katz, dokter kejiwaan di Yerusalem, mengatakan kalau gangguan psikis mengakibatkan turis merasa dirinya sebagai bagian dari sejarah perkembangan agama. Mereka pun jadi lebih sering berbicara mengenai agama sepulangnya dari Yerusalem.

Paket tur yang ditawarkan para agen wisata biayanya mulai dari harga US$2 ribu setara Rp28 juta (kurs Rp14 ribu) dan berdurasi sekitar 11 hari dengan beberapa destinasi wisata rohani favorit selain Yerusalem, seperti Mesir, Yordania, Turki, hingga Dubai.

Bagi umat Hindu, Varanasi atau Benares, kota di utara India ini dianggap sebagai kota suci. Terletak di Lembah Gangga yang subur di tepi Sungai Gangga, Varanasi menjadi tempat ziarah umat Hindu yang datang untuk mandi di sungai suci tersebut. Dikenal sebagai Kota Kuil dan pusat kebudayaan, Varanasi telah menghasilkan banyak penulis ternama. Kota ini juga menjadi pusat penenunan sutra.

Diperkirakan sekitar 20 juta orang mengunjungi Sungai Gangga setiap tahunnya. Sungai ini mengalir dari Pegunungan Himalaya ke Teluk Benggala sepanjang sekitar 2.000 km. Peziarah biasa melakukan persembahan yang disebut dengan Darshans. Orang Hindu percaya bahwa air Sungai Gangga bisa menyucikan manusia dari dosa. Selain Sungai Gangga, beberapa objek wisata yang menjadi incaran, antara lain Banaras Ghats, Sankat Mochan Hanuman Temple, Sarnath, dan Golden Temple (Kashi Vishwanath). Adapun biaya paket tur yang ditawarkan dimulai dari Rp16 jutaan untuk perjalanan selama 7 hari.

Tidak kalah ramai, bagi umat Buddha, Lasha di Tibet menjadi tujuan wisata religi. Dikenal sebagai kota suci pusat kebudayaan Buddhisme dan sebuah tempat tertinggi di dunia, Lhasa bagi umat Buddha merupakan kota suci, tempat bersemayam para dewa, tempat untuk beribadah, serta melakukan ritual di kuil. Para pengunjung kuil di Lhasa mengisahkan, kalau malam suhu di Lhasa mencapai -4 hingga -10 derajat celcius, sedangkan siang mencapai 21 derajat celcius.

Di sana terdapat Istana Potala dan Jokhang Temple yang menjadi destinasi utama. Istana Potala yang anggun dibangun pada abad 7 dan pernah menjadi tempat kediaman, tempat kerja, dan tempat ibadah pemimpin Tibetan Buddhism, Dalai Lama. Pengunjung pada umumnya melanjutkan perjalanan menuju Jokhang Temple yang merupakan kuil pertama di Lhasa. Lalu, sore harinya mereka mengunjungi Norbulingka (istana musim panas Dalai Lama) dan berbelanja di pasar tradisional di Bharkor Street. Diperkirakan, ada lebih dari 600 ribuorang setiap tahunnya mengunjungi Lhasa. Adapun biaya paket wisata yang ditawarkan berkisar Rp24 juta ke atas.

Nah, outbound wisata religi ini adalah pasar yang terbilang menggiurkan, bahkan sampai muncul praktik penipuan kepada para calon jemaah umrah oleh beberapa perusahaan travel agent di dalam negeri. Para travel agent sejatinya terus mengolah dan mengembangkan produk wisata religi mereka agar para konsumen merasakan pengalaman spiritual selama berwisata dan ingin mengulang kembali pengalaman itu dikemudian hari. Di sinilah kepiawan para tour operator mengolah urusan “surga” ini menjadi bisnis yang membawa rahmat, nikmat, dan berkat baik bagi si pelancong maupun perusahaan travel.  

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Ratih Rahayu

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: