Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pelemahan Rupiah, Cukupkah Alasan Karena Faktor Tekanan Global?

Pelemahan Rupiah, Cukupkah Alasan Karena Faktor Tekanan Global? Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menilai tekanan global masih mempengaruhi pergerakan mata uang terhadap dolar AS di negara maju maupun negara berkembang, termasuk terhadap rupiah.

"Situasi globalnya masih menimbulkan tekanan di negara-negara 'emerging market'," kata Mirza saat ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat malam (20/7/2018).

Mirza menjelaskan penyebab terjadinya gejolak kurs ini tidak hanya disebabkan oleh respon pelaku pasar dalam menanggapi membaiknya data perekonomian di AS, namun juga karena perlemahan mata uang China, Yuan. Meski demikian, tambah dia, depresiasi mata uang terhadap dolar AS ini, tidak hanya dialami oleh rupiah, namun juga dengan mata uang Polandia, Brasil, Meksiko dan India.

"Tidak harus dibandingkan dengan Argentina dan Turki yang melemahnya sampai 20 persen, tapi India, Polandia dan Chili, semua perlemahannya bahkan lebih dalam dari Indonesia," katanya.

Menurut Mirza, perlemahan rupiah saat ini tidak begitu dalam dibandingkan mata uang negara-negara tersebut, karena kondisi pasar keuangan Indonesia sudah lebih kuat dan stabil dalam menghadapi tekanan eksternal.

"BI sudah menaikkan suku bunga 100 bps. Pasar keuangan Indonesia sudah cukup menarik dilihat dari 'interest rate'. Terhadap India, kita sudah lebih baik. Kalau dilihat dari 'fair value' dari rupiah juga sekarang sudah menarik," ujarnya.

Dalam kondisi ini, upaya yang bisa dilakukan pemerintah dalam jangka menengah panjang adalah dengan memperbaiki iklim berusaha untuk mendorong ekspor sebagai bagian dari rencana untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan.

Ia menyakini apabila kondisi sudah normal dan berbagai sentimen negatif itu telah hilang, maka para pelaku pasar akan kembali menanamkan modal ke Indonesia dan kurs rupiah kembali stabil, apalagi kondisi fundamental saat ini telah terjaga dengan baik.

"Kalau sudah kembali normal, pasar akan melihat kembali kepada fundamental Indonesia. Fundamental kita fiskalnya sehat, defisit APBN 2,2 persen. Kondisi perbankan juga sehat," kata Mirza.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: