Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Impoten Batin Melemahkan Kepemimpinan

Oleh: Jamil Azzaini, CEO Kubik Leadership dan Founder Akademi Trainer

Impoten Batin Melemahkan Kepemimpinan Kredit Foto: Meriel Jane Waissman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Salah satu penyakit yang ditakuti laki-laki adalah impoten. Bukan hanya laki-laki yang dirugikan, sang istri pun bisa merana dan tak bahagia. Penyakit impoten sangat mudah dideteksi dan dikenali oleh sang penderita dan pasangan hidupnya. Keperkasaan sang suami menurun dan boleh jadi kebahagian istrinya pun berkurang.

Ternyata impoten bukan hanya fisik, tetapi juga bisa menyerang batin seorang laki-laki. Kapan itu terjadi dan apa ciri-cirinya?

Pertama, ketika seorang suami merasa lemah dan merasa tidak sanggup menafkahi keluarganya. Akhirnya, ia "memaksa" istrinya untuk berkarir dan mencari nafkah. Padahal, sejatinya mencari nafkah adalah tanggung jawab suami sebagai pemimpin di keluarga.

Apakah wanita tak boleh berkarir dan mencari uang? Tentu boleh, tetapi itu harus atas kesadarannya sendiri bukan karena "paksaan" suaminya. Tugas suami itu bukan "memaksa", tetapi memberikan izin kepada istri. Impoten batin seorang laki-laki akan semakin parah apabila ia tega-teganya membebankan tanggung jawab keuangan keluarga juga kepada sang istri. Sebagai pemimpin, seyogyanya sang suamilah yang berjibaku mencari nafkah, kecuali sang suami mengidap suatu penyakit yang tidak memungkinkan bekerja atau berbisnis.

Kedua, ketika sang istri lebih dominan dibandingkan suami. Dominasi istri belum tentu karena kesalahan atau superioritas istri, boleh jadi karena kelemahan sang suami. Kita semua paham, suami adalah pemimpin rumah tangga. Tetapi saat pemimpinnya malas, kurang bergairah, lemah, dan tidak bisa dibanggakan, boleh jadi sang istri yang kemudian muncul mengambil alih peran suami. Dalam kondisi seperti inilah, impoten batin mulai menyerang suami. Peran kepemimpinan sang suami di keluarga berangsur memudar.

Meski sang istri penghasilan atau pendidikannya lebih tinggi, peran kepemimpinan suami sebagai kepala keluarga harus tetaplah dominan. Bagaimana caranya? Sang suami perlu berjuang lebih keras untuk meningkatkan kompetensi. Selain itu, ciptakanlah berbagai pintu datangnya rezeki, kebahagian, dan kedamaian di dalam keluarga. Jangan justru menjadi malas karena terbuai fasilitas yang diperoleh dari istri.

Sebagai pemimpin di rumah tangga, seorang suami juga seharusnya bisa dijadikan teladan bagi anggota keluarganya. Ia tahu kapan saat yang tepat mengeluarkan nasehat. Ia paham kapan saat telinganya harus lebih banyak mendengar. Ia pun harus terus berlatih menjadi hebat untuk mengambil keputusan yang tepat.  Bila peran ini dijalankan dengan baik, suami akan terhindar dari impoten batin.

Ketiga, hubungan yang berjarak dengan anggota keluarga. Hubungan kedekatan dengan anggota keluarga itu meningkatkan kepercayaan diri. Sebaliknya, adanya jarak hubungan antara  suami/ayah dengan anggota keluarga lain itu memperlemah kepercayaan diri, ada perasaan kurang berharga, dan perasaan negatif lainnya. Kondisi semacam ini dalam jangka panjang melemahkan batin suami/ayah dan pada akhirnya penyakit impotensi batin akan datang bersemayam di hati sang pelakunya.

Jadilah laki-laki yang tidak impoten batin. Jadilah pemimpin yang benar-benar memimpin dimulai dari kepemimpinan di rumah. Impoten batin di rumah akan melemahkan kepemimpinan di dalam maupun di luar rumah.

Ketahuilah, impoten batin yang akut dan berkepanjangan akan benar-benar menyebabkan impoten yang sesungguhnya. Anggota tubuh yang seharusnya berperan vital justru malah tidak berfungsi optimal. Untuk itu, wahai para lelaki jauhilah impoten batin. Wallahu'alam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: