Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dagelan di Hotel Prodeo, Uang Suap Bisa Beli Rumah Tipe 36

Dagelan di Hotel Prodeo, Uang Suap Bisa Beli Rumah Tipe 36 Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tarif untuk mendapatkan fasilitas mewah dalam sel narapidana di Lapas Sukamiskin, Bandung, sekitar Rp200 juta sampai Rp500 juta, demikian Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif.

Keterangan Laode itu, makin menunjukkan adanya dagelan, akan tetapi ini bukan dagelan Srimulat yang mengocok perut penontonnya, melainkan dagelan yang memuakkan hingga ingin membuang seluruh isi dalam perut.

Sewa sel Rp200 juta sampai Rp500 juta, itu benar-benar uang bukan daun-daun kering yang sengaja dikumpulkan, ditumpukkan untuk dibakar. Ini benar-benar terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ya dagelan hukum di Indonesia.

Kalau uang sebesar Rp200 juta sampai Rp500 juta, cukuplah untuk membeli tunai rumah tipe 36 atau tipe 54. Tapi ini pasti ada masanya, apakah mengontrak setahun dua tahun, tentunya patut dipertanyakan apakah bayar cukup sekali selama dia menjadi penghuni lapas itu atau per tahun, atau per bulan. Nan luar biasanya lagi, koruptor itu masih bisa-bisanya sih menyimpan uang baik dalam bentuk rupiah maupun dolar AS.

Dari obrolan warung kopi, luar biasanya korupsi di Indonesia meski badan berada di balik jeruji namun dia bisa berkeliaran ke mana-mana, berbekal uang sisa hasil korupsi.

Jadi jargon "miskinkan koruptor" hanya isapan jempol belaka. Toh mereka masih menikmati uang operasional bahkan masih memiliki kaki tangan.

Bayangkan saja di Lapas Sukamiskin itu berkumpul "orang-orang hebat" tentunya tidak mungkin seorang korupsi orang bodoh. Mereka patungan untuk membayar uang sewa. Bayangkan orang-orang hebat itu berkumpul, lapas itu bisa negara dalam negara. Orang-orang hebat itu memiliki spesialisasi di berbagai bidang, bahkan bisa mengendalikan orang di luar jeruji besi. Istilahnya bolehlah badan di dalam jeruji, namun mereka bisa berkeliaran sekehendak hati.

Coba bayangkan orang-orang hebat itu, ada yang eks anggota legislatif, petinggi parpol, hakim, gubernur, bupati, pengusaha, serta dari berbagai keahliannya, bahkan mereka lulusan dari universitas kenamaan di Indonesia. Tentunya mereka tinggal bersiul saja makanan bisa diantar, ya tentunya makanan mahal bukan makanan khas dalam lapas.

Para koruptor itu berkumpul di depan kantin lapas, mereka bebas bersenda gurau setelah bosan di ruangan selnya dari membaca buku atau berleha-leha. Mungkin mereka anggap menghuni lapas, sebagai tempat beristirahat sementara.

Bahkan, La Ode menyatakan mereka itu mendapatkan fasilitas dengan biaya ratusan juta seperti itu.

"Per kamar Rp200 juta sampai 500 juta seperti itu. Jadi, untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas tertentu. Apakah memang fasilitas seperti itu ada banyak di dalam Lapas Sukamiskin, kami masih akan melakukan pendalaman dan memeriksa lebih lanjut," ungkap dia.

La Ode mengungkapkan hal itu setelah penangkapan Kepala Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat Wahid Husen bersama stafnya Hendry Saputra.? Diduga sebagai pemberi Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat.

Melihat fakta demikian, tidak salahnya banyak pengamat hukum pun kehabisan kata-kata untuk berkomentar karena ini seringkali terjadi. Kejadian ini bukan baru tetapi sudah sangat klasik.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan sudah berulang kali kasus suap di dalam lembaga pemasyarakatan terbongkar hingga sangat logis pejabat atasannya sebenarnya sudah mengetahui.

"Mudah-mudahan melalui kasus ini bisa terbongkar seluruh jaringan bisnis `hotel` di LP yang sudah berkali-kali digerebek dan dibongkar baik oleh wamenkumham zaman Presiden SBY, maupun oleh Pak Budhi Waseso sebagai Kepala BNN yang mengerebek lapas mewah milik para bandar narkoba. Jadi sangat logis jika pejabat atasan seperti dirjenpas dan menteri sebenarnya mengetahui," katanya.

Mungkinkah petinggi tidak tahu praktik suap demikian? Sangat sulit untuk menjawab iya atau tidak, karena kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi sebelum era pemerintahan saat ini. Ingat kamar sel mewah Arthalyta Suryani alias Ayin atau kamar mesra bandar narkoba Freddy Budiman yang belakangan sudah dieksekusi mati.

Komisi Pemberantasan Korupsi harus menyeret para pejabat itu jika benar-benar menerima setoran dari bawahannya.

Abdul Fickar berani menyatakan Menkumham dan dirjen rasanya sudah bisa membaca dan mengetahui modus seperti itu, namun pengawasan melalui sistem tidak punya daya upaya.

"Harus ada keterangan dengan langsung memecat pejabat pelaku korupsi, termasuk terhadap menterinya sendiri, andaikan korupsi itu berujung ke atas," katanya.

Sebenarnya yang terjadi di Lapas Sukamiskin Bandung itu, koruptor menyuap koruptor, setiap hari terjadi.

Jika ada yang terkena OTT, hal itu dianggap mereka yang sial saja. Semuanya sudah bebal.

"Meski OTT setiap hari dan setiap kali dilakukan KPK, korupsi dan penyalahgunaan wewenang setiap hari juga berlangsung, meskipun sudah banyak upaya dilakukan oleh negara agar tidak terjadi korupsi, utamanya di sektor pelayanan publik," katanya.

Pengamat hukum Margarito Kamis menilai terjadinya OTT KPK terhadap kalapas Sukamiskin, menunjukkan sistem yang bekerja di Kementerian Hukum dan HAM berjalan tidak baik.

"Hingga masalahnya berputar-putar di situ terus," katanya.

Oleh karena itu, dirinya menyatakan persoalan lapas sangat klasik, artinya klasik yang tidak tertangani juga dari waktu ke waktu.

"Bahkan saya menduga jangan-jangan kejadian OTT KPK di Sukamiskin itu, hanya puncak gunung es saja," tandasnya.

Oleh karena itu, ia menegaskan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly harus menjelaskan permasalahan atau sistem kerja yang ada, khususnya di lembaga pemasyarakatan kepada publik.

"Jelaskan bagaimana program pembinaan di dalam lapas," katanya.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami mengatakan kejadian OTT di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin kejadian yang serius dan di luar dugaan.

"Ini masalah serius dan sejatinya secara paralel kami sedang mempersiapkan adanya revitalisasi pemasyarakatan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana," kata Sri dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (21/7) malam.

Instrumen terkait revitalisasi tersebut sudah disusun untuk kemudian ditetapkan proses penyelenggaraan permasyarakatan secara benar.

Beeberapa waktu yang lalu, pihaknya sudah bersurat kepada KPK terkait dengan penempatan narapidana koruptor dalam satu lapas, seperti di Sukamiskin. Hal itu dilakukan supaya tidak terjadi eksklusivisme.

"Beberapa lapas sudah kami tunjuk, sejatinya dengan penempatan yang mungkin tersebar, ini mengurangi tingkat tekanan yang dialami seperti di Sukamiskin," kata dia.

Tentunya, saat ini publik menunggu keseriusan dari Kemkumham melalui direktur jenderal pemasyarakatan untuk menyelesaikan persoalan ini. Apakah akan muncul dagelan baru yang akan mengocok isi perut untuk memuntahkannya atau sebaliknya?

Baca Juga: Pemprov Bali Bakal Sediakan Loket Pungutan Wisman di Terminal Domestik Bandara

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: