Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Roy Sembel: Schrodinger's Cat dan Era Disrupsi

Oleh: Roy Sembel, Profesor di IPMI International Business School

Roy Sembel: Schrodinger's Cat dan Era Disrupsi Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Thanos berhasil mengalahkan Avengers dalam film layar lebar sekuel terakhir dari film Avengers: Infinity War. Benarkah demikian? Tamatkah riwayat Avengers? Nanti dulu, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan dan kecewa! Saya yakin sutradara dan penulis ceritanya masih punya amunisi menggunakan teori fisika untuk melanjutkan sekuel Avengers berikutnya. Kuncinya adalah menggunakan teori fisika kuantum.

Sebelum era Albert Einstein, teori fisika berbasis Newtonian sudah mapan dan bisa dimengerti banyak orang, khususnya para ilmuwan. Pasalnya, fisika Newtonian menganut keteraturan yang terstruktur dan terukur baik pada level makro maupun level partikel mikro subatomik. Sejak era teori relativitas Einstein dan fisika kuantum, ilmu fisika mengalami disrupsi besar-besaran. Dalam teori era baru fisika tersebut, misalnya, cahaya bisa berbentuk partikel sekaligus berbentuk gelombang. 

Pada level makro, orang masih bisa menggunakan teori fisika Newtonian pada sebagian besar situasi sehari-hari. Kendati begitu, pada level partikel mikro subatomik, dunia berbeda dengan dunia yang makro yang kita amati dan alami sehari-hari. Pada level ini berlaku teori fisika kuantum. Keberadaan suatu partikel tidak pasti lokasinya, melainkan berupa kebolehjadian atau probabilistik.

Selama partikel itu tidak diukur, ia dianggap bisa berada di banyak tempat (fenomena superposition) pada waktu yang bersamaan. Saat diukur, keberadaan partikel di beberapa tempat tersebut kolaps menjadi satu tempat yang diamati oleh pengamat. Penjelasan yang dikemukakan oleh Einstein, Podolsky, dan Rosen (EPR) pada tahun 1935 itu sulit untuk dicerna dan diterima oleh banyak orang. Untuk menjelaskan fenomena dunia kuantum tersebut dalam bahasa sehari-hari, Erwin Schrodinger—seorang fisikawan pemenang Nobel Fisika tahun 1933— secara guyon kreatif menggunakan eksperimen berpikir yang terkenal sebagai Schrodinger’s Cat Paradox atau Kucing Schrodinger.

Misalnya, ada seekor kucing terkurung dalam kamar baja di mana hidup atau matinya kucing itu tergantung pada keadaan suatu atom radioaktif. Jika atom tersebut meluruh (decay), kucing itu mati terpapar radioaktif. Sebaliknya, jika atom itu tidak meluruh, kucing itu hidup. Sesuai teori fisika kuantum, menurut cerita Schrodinger, kucing yang tidak terlihat dari luar karena terkurung di ruang baja tersebut berada dalam keadaan hidup dan mati secara bersamaan. Saat pintu ruang baja dibuka, kedua keadaan itu kolaps menjadi salah satu keadaan (hidup atau mati) yang diamati oleh peneliti. 

Dibawa ke level makro, banyak fisikawan yang percaya bahwa dunia yang sedang kita jalani ini sebenarnya bagian dari superposition dari kumpulan partikel sehingga ada dunia paralel dalam waktu yang bersamaan (multiverse sebagai lawan dari universe). Ini diaplikasikan dalam film Avengers: Infinity War. Dalam dunia paralel, mungkin sekali Thanos kalah dan Avengers menang. Tambahan pula, keberadaan Doctor Strange yang bisa memutar waktu kembali, memungkinkan kejadian diulang dengan kebolehjadian kekalahan Thanos.

Era Disrupsi Ekonomi dan Bisnis 

Tentu bukan maksud dari tulisan di majalah Warta Ekonomi ini untuk secara khusus membahas teori fisika kuantum atau film Avengers. Cerita di atas sekadar analogi pengantar untuk membahas era disrupsi saat ini. Lantas, apa hubungannya dengan era disrupsi ekonomi dan bisnis yang sedang kita alami saat ini?

Analoginya begini, di beberapa industri, contohnya industri transportasi, disrupsi telah kita amati terjadi. Sementara itu, di beberapa industri lain orang masih belum melihat jelas terjadinya disrupsi. Pertanyaannya, apakah disrupsi telah atau belum terjadi?

Menggunakan logika kuantum (meski tidak persis tepat rinciannya karena memang hanya analogi), mungkin saja selama belum teramati, situasi industri tersebut berada dalam dua kondisi yang berbeda dalam waktu bersamaan (telah terjadi disrupsi dan belum terjadi disrupsi). Industri-inudstri tersebut sedang dalam situasi transisi antara ada dan tidak adanya disrupsi. Atau bisa juga terjadi dalam masa transisi, sebagian dari industri tersebut telah mengalami disrupsi secara tidak disadari pelakunya, sementara sebagian lainnya tidak mengalami disrupsi.

Keberadaan dua kondisi yang ada secara bersamaan ini telah diramalkan oleh ekonom Joseph Alois Schumpeter, yang kebetulan berasal dari negara yang sama dengan negara asal Erwin Schrodinger, yaitu Austria. Schumpeter mengungkapkan gagasan creative destruction (CD). Inti dari CD adalah dalam jangka panjang, penyintasan (survival) suatu perusahaan tergantung kesiapannya menghadapi pesaing baru yang bukan dari pesaing yang ada saat ini. Pesaing yang bisa menghancurkan dalam jangka panjang adalah pesaing dari komoditas baru, sumber pasokan baru, teknologi baru, model bisnis baru, dan sebagainya.

Pada masa transisi, terdapat dua industri yang berbeda pada saat yang bersamaan: industri lama dan industri baru. Perusahaan yang tidak menyadari situasi ini akan cenderung musnah dari dunia bisnis. Situasi ini dapat digambarkan dalam bentuk dua kurva S siklus hidup industri yang saling eksis secara bersamaan: kurva S lama yang berada di penghujung akhir hidup dan kurva S baru yang berada di awal hidup. Perusahaan yang tidak sadar keberadaan dua kurva S yang sama saat masa transisi dan terus bergeming beroperasi di kurva S yang lama tinggal tunggu waktu untuk musnah.

Untuk menyintas (survive) dalam menghadapi situasi disrupsi ini, perusahaan perlu siap mentransformasi diri ke kurva S yang baru. Dalam proses transisinya, di dalam perusahaan bisa ada dua kondisi (kurva S lama dan baru) secara bersamaan. Agar bisa berhasil menyintas ke kurva S yang baru, pemimpin perusahaan perlu mentransformasi perusahaan secara terpadu dalam lima pilar (yang istilahnya meminjam atau mirip dengan istilah komputer): brainware, software, hardware, interface (marketware), dan operating system (cultureware), disertai tahapan W.I.S.D.O.M.

Penjelasan tentang konsep tersebut akan dijabarkan dalam artikel berikutnya dalam kolom Fintrans Wisdom ini. Sambil menunggu artikel berikutnya, silakan berlatih berimajinasi (menurut Jack Ma, kemampuan berimajinasi merupakan keunggulan manusia terhadap mesin) tentang kemunculan Schrodinger’s Cat dalam film Avengers atau dalam disrupsi ekonomi bisnis saat ini, meski mungkin dalam bentuk kebolehjadian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ratih Rahayu

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: