Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bila Tak Efisien, BPJS Kesehatan Bisa Ambruk

Bila Tak Efisien, BPJS Kesehatan Bisa Ambruk Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penerbitan tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes), yang mengatur penjaminan pelayanan operasi katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medis, merupakan langkah BPJS Kesehatan untuk menjaga keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dan memastikan peserta JKN-KIS memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif, dan efisien.

Menurut Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohammad Arief, hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari Rapat Tingkat Menteri awal 2018 yang membahas keberlanjutan JKN-KIS, di mana BPJS Kesehatan harus fokus pada mutu layanan dan efektivitas pembiayaan.

"Faktanya, BPJS Kesehatan tetap menjamin biaya persalinan, operasi katarak, dan rehabilitasi medis. Hanya saja, kami ingin menyempurnakan sistem yang sudah ada agar pelayanan kesehatan bisa berjalan lebih efektif dan efisien, serta memperhatikan kemampuan finansial BPJS Kesehatan," kata Budi dalam acara Ngopi Bareng JKN di Jakarta Timur, Kamis (2/8/2018). 

Dia menuturkan, kendali mutu dan biaya merupakan salah satu cara BPJS Kesehatan untuk menjamin kesinambungan JKN-KIS. Diakuinya, BPJS Kesehatan tengah mengalami defisit. Oleh sebab itu, Perdirjampelkes merupakan cara untuk menyelamatkan JKN-KIS agar tidak ambruk.

"Program JKN-KIS harus kami selamatkan, BPJS Kesehatan defisit jadi perlu efisiensi. Kalau tidak dijalankan (efisiensi) bisa ambruk, menjalar kemana-mana. Regulasi dibuat bukan untuk menurunkan standar pelayanan, tapi membuat standar bersama asosiasi profesi," ungkapnya.

Ia menjelaskan, BPJS Kesehatan telah melakukan analisis pelayanan kesehatan berbiaya tinggi pada 2017, di antaranya pelayanan jantung, kanker, cuci darah, termasuk pelayanan bayi baru lahir yang mencapai 1,17 triliun, katarak 2,65 triliun, dan rehabilitasi medis 965 miliar. 

Dari analisis tersebut, maka untuk memenuhi prinsip ekuitas dalam penyelenggaraan JKN, BPJS Kesehatan melakukan prioritas prosedur penjaminan pada pelayanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medis menyesuaikan dengan kapasitas dana jaminan sosial melalui implementasi tiga peraturan.

"Contoh rehabilitasi medis itu ada yang 2 kali, 4 kali, bahkan 29 kali. Setelah kami diskusi dengan asosiasi padahal maksimal 3 kali sudah cukup. BPJS tetapkan 2 kali per minggu atau 8 kali per bulan karena keterbatasan dana. Kemudian bayi yang lahir sehat tidak kami bayarkan, tetapi kalau bayinya mengalami gangguan saat persalinan baru kami bayarkan," paparnya.

Ia pun menekankan, dengan implementasi tiga peraturan ini, bukan untuk menghilangkan manfaat pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS. Manfaat tetap diberikan, disesuaikan dengan kondisi keuangan saat ini. Dalam peraturan tersebut ditegaskan pentingnya standar pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS.

Ia melanjutkan, tentunya peraturan tersebut guna menjamin kesinambungan program agar masyarakat Indonesia, termasuk peserta yang harus segera mendapatkan pelayanan kesehatan berbiaya tinggi lain, dapat terus merasakan manfaat dari JKN-KIS.

Budi berharap, ke depannya mitra fasilitas kesehatan dapat menjadikan efektivitas dan efisiensi sebagai prinsip utama dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Jika hal tersebut diimplementasikan dengan optimal, maka seluruh pihak akan merasakan masing-masing manfaatnya. Peserta JKN-KIS puas karena terlayani dengan baik, fasilitas kesehatan kian sejahtera, dan JKN-KIS dapat terus sustain berputar memberi manfaat dan meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia.

Sampai 1 Agustus 2018, terdapat 200.290.408 jiwa penduduk Indonesia yang telah menjadi peserta JKN-KIS. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, sampai akhir Juli 2018. BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 22.365 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 2.418 rumah sakit dan klinik utama, 1.579 apotek, dan 1.081 optik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: