Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI Klaim LTV Ampuh Jaga Stabilitas Rupiah

BI Klaim LTV Ampuh Jaga Stabilitas Rupiah Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia mengklaim pembebasan rasio kredit properti rumah pertama akan efektif menjadi "jamu manis" atau stimulus pendorong pertumbuhan ekonomi ketika "jamu pahit" atau kenaikan suku bunga acuan harus diterapkan untuk menjaga stabilitas nilai rupiah.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta saat berbincang dengan Antara di Jakarta, Kamis, mengatakan pembebasan rasio kredit (Loan to Value/LTV) yang berlaku awal Agustus 2018 akan ditambah dengan insentif untuk kredit sektor perumahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dengan begitu, LTV bisa menjadi "motor" pendorong target pertumbuhan kredit ke 10-12 persen (yoy) tahun ini.

"Bisa mencapai target, terlebih lagi kebijakan ini juga akan didukung oleh kebijakan dan ketentuan OJK," kata dia.

"Jamu manis" dan "Jamu pahit" menjadi jargon yang kerap dilontarkan BI untuk memenuhi janji kebijakan Bank Sentral yang pro-stabilitas dan juga pro-pertumbuhan di tengah derasnya tekanan ekonomi eksternal yang telah mengguncang stabilitas nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini.

Dalam Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pekan ini, OJK memang melontarkan wacana untuk menerapkan insetif bagi sektor kredit properti. Insentif itu bertujuan, antara lain, agar pembiayaan terhadap pengembang dalam pengadaan lahan properti dapat lebih cepat. Dengan begitu suplai atau pasokan sektor perumahan akan memadai untuk mpermintaan.

"Bisa pengembang diberikan kredit untuk pembelian tanah, dalam rangka untuk pembangunan rumah. Kalau sekarang ini kan pembelian tanah tidak boleh. Kredit untuk pembiayaan tanah tapi dalam konteks pembangunan rumah," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Senin (31/7) lalu.

Di sisi lain, BI juga mengingatkan agar perbankan dan pengembang tidak gegabah dalam memanfaatkan relaksasi pembiayaan sektor perumahan ini.

Terkait pembebasan LTV, Fili meminta perbankan tidak sembrono dalam menawarkan keringanan uang muka kredit perumahan. Pasalnya dengan pembebasan LTV, bank dapat mengatur besaran syarat uang muka (down payment) kepada nasabah, termasuk jika perbankan ingin menawarkan DP nol persen. Pemberian syarat DP memang kini hanya tergantung pada hasil penilaian manajemen risiko bank terhadap porfil nasabah.

"BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus melakukan pengawasan (surveillance) terhadap pelaksanaan aturan pembebasan LTV ini," kata Fili.

""Bank sudah banyak melakukan konsolidasi dan bersih-bersih kredit bermasalah, masa mau dibuat repot lagi dengan NPL," tambahnya.

Hingga Mei 2018, NPL untuk KPR menurut data BI sebesar 2,87 persen (gross). Angka itu sudah menanjak jika dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar 2,77 persen.

Fili meyakini insentif di sektor properti ini dapat mendorong percepatan pemulihan perekonomian. Pasalnya konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga menyumbang 13,5 persen untuk konsumsi rumah tangga nasional. Sedangkan konsumsi rumah tangga berperan hingga 54,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.

Namun BI akan mengevaluasi minimal satu tahun sekali dampak dari pembebasan LTV ini. Merujuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/8/PBI/2018 tentang relaksasi LTV ini, jika stimulus ini malah berdampak pada pertumbuhan properti yang terlalu agresif melebihi kapasitasnya (overheating), Bank Sentral akan menyesuaikan kembali besaran LTV.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: