Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kideco Pastikan Tetap Berproduksi Meski Lahan Susut

Kideco Pastikan Tetap Berproduksi Meski Lahan Susut Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Kideco Jaya Agung memastikan tetap akan melaksanakan kegiatan produksi batubara meski ada penyusutan lahan pinjam pakai kawasan hutan.

Direktur Kideco Jaya Agung, Dayan Hadipranowo, mengatakan pihaknya meyakini penyusutan lahan itu tidak akan mempengaruhi produksi batubara perusahaan pada 2018, Jakarta, Senin (6/8/2018).

"Kalau dari segi lahan sebenarnya tidak berpengaruh ke produksi. Kami tetap produksi sesuai target sekitar 30 juta ton pada tahun ini," katanya.

Perusahaan tambang itu pada 2017 memproduksi 32 juta ton batubara dari empat wilayah konsesi yang dikelolanya. Kideco menggugat Badan Koordinasi Penanaman Modal terkait izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan batubara yang persidangan gugatannya dimulai Senin (6/8/2018).

Perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki Indika Energy itu merupakan perusahaan tambang batubara pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang telah beroperasi selama 25 tahun sejak 1982 dan mengelola empat wilayah konsesi mencapai 47.500 hektare di Kalimantan Timur.

Gugatan dilayangkan atas terbitnya Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor 5/1/IPPKH/PMA/2018 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk Kegiatan Operasi Produksi Batubara dan Sarana Penunjangnya atas nama PT Kideco Jaya Agung di atas lahan seluas 11.975,66 hektare pada kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, yang diterbitkan 2 April 2018.

Dayan menuturkan, perubahan peruntukan kawasan dalam IPPKH yang baru diterbitkan menyebabkan kawasan hutan sebagai lokasi produksi, mengecil ke arah barat.

"Dengan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi lebih kecil, tidak menghilangkan hak perusahaan untuk menggarap kawasan itu. Malah sebenarnya membuat perusahaan lebih gampang untuk menggarap area itu," katanya.

Sayangnya, lanjut Dayan, IPPKH yang dikeluarkan itu dinilai perusahaan menghilangkan beberapa hal yang telah diatur dalam perjanjian pinjam pakai kawasan hutan (PPPKH) yang disepakati pada 1 September 1992 dan berlaku 30 tahun sampai dengan 1 September 2022.

"Dari IPPKH yang diterbitkan, yang pasti kami harus mengulang tata batas. Selain itu, dengan perubahan kawasan tersebut, kami harus melakukan studi mengenai lingkungan," katanya.

Kuasa Hukum Kideco Jaya, Agung Arfidea Saraswati, menjelaskan perubahan skema dari perjanjian menjadi izin dinilai menghambat operasional perusahaan.

Meski bukan satu-satunya perusahaan pertambangan yang menggunakan PPPKH, namun, seiring perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu, ada perubahan skema dari perjanjian menjadi izin.

"Yang mengejutkan karena tiba-tiba dikeluarkan IPPKH yang berbentuk izin tanpa permohonan kami. Keluarnya IPPKH juga diikuti kewajiban-kewajiban baru yang dinilai perusahaan menghambat operasional. Dalam izin ini kami seolah dianggap sebagai perusahaan baru seperti tata batas baru yang makan waktu lebih dari setahun. Dalam IPPKH itu, kami juga tidak diperbolehkan melakukan produksi sebelum tata batas selesai," katanya.

Arfidea berharap hak perusahaan masih tetap dihormati sesuai hukum yang berlaku bahwa perusahaan masih berhak melakukan operasional di kawasan hutan tersebut.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: