Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Studi CIPS: HET Tidak Efektif untuk Stabilkan Harga Beras

Studi CIPS: HET Tidak Efektif untuk Stabilkan Harga Beras Kredit Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak efektif dalam menekan harga beras di tingkat konsumen. Pasalnya, harga beras medium selalu lebih tinggi dari patokan HET. Apalagi saat ini, harga gabah yang mahal membuat harga beras ikut mahal dan diprediksi melebihi HET.

Peneliti CIPS Novani Karina Saputri mengatakan jika pelaku usaha dipaksa mengikuti harga HET dengan menekan margin, maka tidak ada pelaku pasar yang akan menjual beras domestik. Ini akan berdampak pada produksi petani gabah dan penggilingan menengah akan berhenti berproduksi. Masalah-masalah ini akan merusak perdangan beras di Tanah Air.

"Langkah yang perlu dipastikan bukan fokus pada penyerapan dan penetapan HET lagi, tetapi membantu petani meningkatkan produktivitas di tengah kondisi cuaca yang tidak mendukung, sehingga jumlah produksi domestik dapat meningkat dengan kualitas yang dapat bersaing di pasar," jelas Novani di Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Kebijakan ini, lanjutnya, justru memicu adanya pasar gelap dan meningkatkan risiko kelangkaan beras. Di sisi lain, pemerintah menyebut panjangnya rantai distribusi adalah penyebab tingginya harga beras di Indonesia.

"Kalau begitu pemerintah harus bisa menyederhanakan rantai distribusi yang panjang dulu sebelum menerapkan HET," tambahnya.

Menurut dia, di sisi hilir, pemerintah seharusnya membuka mekanisme impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras Tanah Air dan menahan tingginya harga di pasar yang akan meningkat hingga akhir 2018. Saat ini pemerintah tidak bisa memenuhi jumlah seluruh permintaan beras dengan harga yang terjangkau.

"Permasalahan yang terjadi di hulu akan mempengaruhi kondisi di hilir. Kemendag menetapkan HPP Rp3.700 untuk gabah kering panen dan digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan cadangan beras pemerintah dan bantuan sosial. Jelas harga ini jauh di bawah harga pasar sekitar Rp4.700 per kg," tuturnya.

Pada akhirnya petani akan dihadapkan pada pilihan yang terbatas. Nilai HPP yang lebih rendah daripada harga di pasar akan merugikan petani.

"HPP sudah tidak realistis. Petani jelas akan menjual di atas HPP, apalagi sekarang banyak masalah terkait produktivitas lahan seperti kekeringan dan cuaca yang tidak bisa diprediksi," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: