Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Manusia Spiritualis Adalah Pemimpin Zaman Now

Oleh: Jamil Azzaini, CEO Kubik Leadership dan Founder Akademi Trainer

Manusia Spiritualis Adalah Pemimpin Zaman Now Kredit Foto: Reuters/Michaela Rehle
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pada tahun 1957, sebuah perusahaan pemeringkat saham dan obligasi di Amerika (Standard & Poor's) menyusun daftar 500 perusahaan terbaik. Lalu 49 tahun kemudian, ternyata dari 500 perusahaan itu hanya tersisa 74 perusahaan yang masih layak dikatakan terbaik. Selebihnya, 426 perusahaan alias 84% menghilang.

Apa penyebabnya? Setelah diteliti dan dikaji ternyata penyebabnya bukanlah lemahnya modal dan sistem manajemen. Akan tetapi, penyebabnya adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral dan etika. Wajar bila Gay Hendricks dan Kute Ludeman dalam bukunya The Corporate Mystics berkesimpulan bahwa pemimpin-pemimpin perusahaan yang sukses di abad 21 adalah mereka yang spiritualistik.

Siapakah orang yang spiritualistik itu? Apakah mereka yang rajin menjalankan ibadah ritual semata? Jawabnya ternyata TIDAK. Ibadah ritual tanpa dipahami maknanya, hakikatnya, hikmahnya, dan kesadaran hubungan dengan Sang Maha tidak akan menjadikan seseorang menjadi spiritualis. Terlihat saleh, namun pada hakikatnya belum saleh. Kata guru saya: ibadahnya baru kulit, belum sampai pada daging atau inti sari.

Para pemimpin spiritualistik itu memiliki beberapa ciri yang bisa kita kenali. Pertama, orang ini memberi nilai dan makna di setiap pekerjaan. Ia paham betul bahwa pekerjaan bukan hanya aktivitas fisik semata. Ada nilai dan makna yang hakiki pada semua hal yang dikerjakan. Ia memahami peran dan kontribusinya. Ia bekerja bukan semata-mata bekerja, tetapi pengabdian bagi lingkungan dan negara.

Jadi, orang yang kerjanya rajin hanya demi penghasilan yang tinggi tanpa tahu nilai dan makna pekerjaan, dia bukanlah calon pemimpin terbaik di perusahaan atau bisnis. Pada hakikatnya ia hanya robot yang berwujud manusia. Ia tidak hanya asyik dengan diri sendiri tetapi berinteraksi dengan banyak orang dalam menebarkan banyak kebaikan. Gelisahnya bukan hanya saat memikirkan dirinya tetapi juga memikirkan orang lain, perusahaan, lingkungan, dan negara.

Kedua, ia memahami bahwa bumi tempat menebar prestasi. Manusia spiritualis bukan hanya rajin beribadah ritual, namun ia juga rajin mengukir banyak prestasi di pekerjaan. Ia memahami kemuliaan manusia ditentukan seberapa banyak ia bisa memberi manfaat. Bukan hanya sibuk menentramkan dirinya namun lupa menebar kebaikan dan manfaat kepada banyak orang.

Manusia spiritualis tidak hanya puas dengan satu atau dua prestasi. Mereka terus membuat prestasi pada tingkatan yang semakin meningkat. Prestasi demi prestasi ditorehkan dalam berbagai kesempatan.

Ketiga, ia memahami bahwa ada kehidupan sejati setelah kematian. Dunia adalah alam sebab sementara kehidupan setelah dunia adalah alam akibat. Ia tahu bahwa kedudukannya di kehidupan setelah dunia adalah akibat ulah dari perilakunya di dunia. Ia akan sibuk mencari berbagai peluang untuk mengumpulkan bekal di kehidupan yang kekal.

Teruslah berlatih menjadi manusia spiritualis agar Anda menjadi salah satu kandidat calon pemimpin di berbagai perusahaan atau perusahaan Anda sendiri yang terus tumbuh dan perusahaan itu tidak mudah menghilang ditelan zaman. Mau kan? Praktikanlah ketiga hal tersebut di atas. Selamat berlatih menjadi manusia spiritualis, selamat berlatih menjadi pemimpin yang menang di abad ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: