Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Waspada! Indonesia Bisa Jadi Korban Krisis Turki

Waspada! Indonesia Bisa Jadi Korban Krisis Turki Kredit Foto: Reuters/Murad Sezer
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ancaman krisis membayangi Turki, di mana mata uang Lira jatuh sangat dalam. Laporan Reuter mengatakan, Lira menyentuh level terendahnya sepanjang sejarah di posisi 7,24 lira per dolar AS pada perdagangan Asia Pasifik. Lira telah kehilangan lebih dari 45% nilainya sepanjang tahun ini. 

Menanggapi hal itu, Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena krisis Turki ini harus diwaspadai. Pasalnya fenomena tersebut bisa berlanjut dan spillover effect ke negara eropa dan emerging market. Setelah Turki, negara-negara Asia bisa menjadi korban.

"Negara-negara Asia Tenggara, salah satunya Singapura. Sebagai financial hub, dampak ke kurs Singapura terdepresiasi 0,5% dalam 1 minggu terakhir. Dari situ, Indonesia bisa jadi korban, apalagi defisit transaksi berjalan kita mencapai 3% dari PDB," kata Bhima kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Senin (13/8/2018).

BI mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II-2018 mencapai US$8 miliar atau 3% terhadap produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar US$5,7 miliar atau 2,2% terhadap PDB.

Oleh sebab itu, dia menyarankan pemerintah harus menekan defisit transaksi berjalan agar fundamental ekonomi tetap kuat menghadapi gejolak eksternal.

"Dari sisi pemerintah harus tekan defisit transaksi berjalan melalui insentif bagi sektor berorientasi ekspor. Dan pengendalian impor bahan baku khususnya di proyek infrastruktur," paparnya.

Sementara Bank Indonesia sebagai bank sentral bisa melanjutkan pengetatan moneter melalui kenaikan suku bunga acuan. Hal ini agar dana asing tidak mengalir deras keluar Indonesia.

"Dari sisi BI masih ada ruang lakukan pengetatan moneter dengan naikan 25 bps suku bunga acuan. Kemudian BI harus lakukan intervensi cadangan devisa secara terukur," ungkapnya.

Untuk diketahui, depresiasi dalam yang dialami Lira sebagian besar diakibatkan oleh pengaruh Erdogan di perekonomian Turki. Erdogan terus mendesak agar suku bunga perbankan terus turun ketika inflasi justru meroket, dan memburuknya hubungan Ankara dengan Washington.

Pekan lalu, Lira sempat rontok hingga 18% yang merupakan depresiasi terdalamnya sejak 2001. Hal itu terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan, ia telah melipatgandakan bea masuk baja dan aluminium Turki.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: