Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kendala yang Dihadapi Indonesia menuju Pangan Berkeadilan

Kendala yang Dihadapi Indonesia menuju Pangan Berkeadilan Kredit Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia masih dihadapkan pada banyak kendala untuk mewujudkan kondisi pangan berkeadilan. Tingginya harga komoditas pangan membuatnya sulit dijangkau untuk sebagian kalangan, yaitu mereka yang termasuk kedalam golongan masyarakat miskin.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hizkia Respatiadi, mengatakan harga komoditas pangan di Indonesia, seperti beras, daging sapi, telur ayam, susu dan garam lebih mahal daripada di negara-negara tetangga.

Tingginya harga disebabkan karena tidak cukupnya pasokan (supply). Menyikapi hal ini, pemerintah justru tidak juga melonggarkan restriksi (pembatasan) perdagangan internasional.

“Mengingat rantai distribusinya yang lebih pendek dan harganya yang lebih murah, maka sudah saatnya perdagangan internasional lebih dioptimalkan untuk mencapai ketahananpangan. Kerangka kerjasama yang sudah ada,seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN, ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area agreement, dan berbagai perjanjian perdagangan bilateral lainnya perlu dimanfaatkan,” jelasnya.

Deputi CEO Spire Research and Consulting Jeffrey Bahar, mengatakan salah  satu hambatan berkembangnya bisnis pertanian petani adalah sulitnya mendapatkan akses pembiayaan ke
bank. Padahal dalam satu siklus pertanian (tanam hingga panen), biasanya seorang petani penanam padi rata-rata membutuhkan biaya sekitar 6-8 juta per hektar untuk lahan yang digarap.
Untuk mengatasi masalah pembiayaan, Jeffrey mengatakan, petani dapat memanfaatkan skema Value Chain Financing.

“Melalui skema pembiayaan ini, petani kecil mendapatkan kepastian harga jual panen dan dan memastikan jaminan suplai hasil panen bagi pengepul. Petani kecil pun mendapatkan produk bibit, pupuk, dan pestisida dengan harga konstan dan penjual alat tani mendapatkan jaminan pembayaran dari hasil panen petani. Ekosistem agribisnis juga dapat dikembangkan dengan pelibatan aktor lainnya seperti penyedia jasa pembayaran keuangan melalui teknologi (fintech) dan juga penyedia jasa asuransi mikro pertanian,” urai Jeffrey.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: