Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK Relaksasi Ketentuan Kredit Properti

OJK Relaksasi Ketentuan Kredit Properti Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan relaksasi kredit properti pada paket kebijakan OJK yang dikeluarkan hari ini, Rabu (15/8/2018).

Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan, relaksasi ini dibuat untuk mendongkrak bisnis properti, sehingga diharapkan sektor properti dapat berkontribusi lebih dalam perekonomian nasional. 

"Karena rumah ini akan menimbulkan multiplier effect yang besar terhadap tumbuhnya sektor lain," Wimboh Santoso di Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Relaksasi pertama, OJK melakukan penyesuaian POJK tentang Perubahan atas POJK Nomor 44/POJK.03/2017 tentang Pembatasan Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum untuk Pengadaan Tanah dan/atau Pengolahan Tanah.

Inti penyesuaian tersebut ialah penghapusan larangan bagi bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan untuk pengolahan tanah kepada pengembang. Namun syaratnya, pemberian kredit atau pembiayaan untuk pengolahan tanah ditujukan untuk pembangunan rumah tapak atau rumah susun dan bukan kawasan komersial.

Kemudian harus terdapat perjanjian antara bank dengan pengembang yang memuat syarat, pengembang harus memulai pelaksanaan pembangunan rumah tapak atau rumah susun dalam jangka waktu paling lambat satu tahun sejak tanggal penandatanganan perjanjian. 

Selanjutnya, pencairan kredit atau pembiayaan dilakukan secara bertahap berdasarkan progres proyek yang dibiayai.

"Bila dalam satu tahun tidak ada pembangunan, bank bisa meminta pelunasan kepada pengembang," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.

Selain itu, OJK menyesuaikan POJK tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum untuk Mendorong Pertumbuhan Sektor Perumahan dan Peningkatan Devisa (Penyesuaian terhadap PBI 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum).

Melalui aturan terbaru, OJK menaikkan batas nilai agunan yang harus dinilai oleh penilai independen dari Rp5 miliar menjadi Rp10 miliar (meringankan persyaratan penilaian agunan sebagai faktor pengurang Penyisihan Penghapusan Aset/PPA).

Lalu, lewat SEOJK tentang Perubahan atas SEOJK No.42/SEOJK.03/2016 mengenai Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Kredit, OJK menyesuaikan besaran rasio ATMR kredit perbankan.

"Penyesuaian bobot risiko kredit beragun rumah tinggal dari semula 35% berdasarkan rasio Loan to Value (LTV), sekarang kami atur lebih granular," kata Heru.

Dijelaskannya, apabila rasio LTV sebesar 50%, maka rasio ATMR 20%. Lalu apabila rasio LTV sebesar 50-70%, maka rasio ATMR 25%. Sementara bagi rasio LTV 70-100%, maka rasio ATMR sebesar 35%.

"Jadi kalau rasio LTV-nya lebih tinggi, maka ATMR-nya juga tinggi," tukas Heru.

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: