Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Solo Night Market: Pasar Ekonomi yang Berbasis Historis Kultural

Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan

Solo Night Market: Pasar Ekonomi yang Berbasis Historis Kultural Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bagi warga Solo, nama Pasar Pon sudah tidak asing lagi. Bagi saya, Pasar Pon memiliki nilai historis tersendiri. Ada bioskop yang selalu memutar film India, ada pula bioskop Ura Patria - di seberangnya yang selalu menyuguhkan film action. Pulang nonton, jika siang tinggal nyate buntel. Kalau malam tinggal pilih, gudeg ceker atau cuku wedangan di Pak Shandy Plonthos.

Itu dulu, sudah puluhan tahun lamanya. Kini pasarnya sudah hilang, tinggal namanya saja menjadi nama perempatan jalan yang teramai di Solo. Rasanya wajar, jika saya terkejut dan bercampur kagum saat tahu jika ada perubahan di sana. Tidak saja nama Pasar Pon kini lebih dikenal dengan kawasan Ngarsopuro, kawasan wisata yang berbasis budaya, tetapi juga perubahan kegiatan. Di setiap akhir pekan kini digelar pasar malam yang dikenal dengan Solo Night Market. Lokasinya di Ngarsopuro atau di sekitar city walk dari Pasar Pon hingga depan komplek Pura Mangkunegaran.

Pasar Malam Ngarsopuro kini menjadi salah satu destinasi wisata malam di Solo. Bisa dikunjungi setiap Sabtu dan Minggu saja mulai pukul 16.00-23.00 WIB. Banyak sekali yang dijajakan di sana. Ada barang-barang usaha mikro kerajinan khas Solo seperti aneka pernak-pernik, batik, mainan anak tradisional, hingga gerai batu akik. Ada barang-barang antik dan souvenir kuno, antara lain korek api, lampu, hiasan, dan onderdil sepeda ontel yang dijual dengan harga bervariasi.

Pasar Malam Ngarsopuro kini telah menjadi ikon baru Kota Solo. Ia merupakan pasar tradisional yang lebih mengedepankan kearifan lokal – dirancang untuk melengkapi Gladag Langen Bogan, pusat jajan malam yang telah lebih dulu diresmikan. Ada 300-an pedagang yang menempati lahan Pasar Ngarsopuro.

Pedagang yang mendapat tempat di Ngarsapuro sangat beruntung karena tempatnya sangat bagus. Keberadaan mereka harus diseleksi. Diutamakan pada produk berupa kerajinan dan ekonomi kreatif. Pasar Ngarsopuro dibangun pada masa Jokowi sebagai Wali Kota Solo. Jokowi menyiapkan lahan untuk pemasaran produk rakyat sehingga kalau dulunya mereka hanya bisa menyetor ke toko, sekarang bisa memasarkan sendiri agar mendapat keuntungan lebih banyak.

Luar biasa visi dan empatinya terhadap kawulo alit. Sebelum menjadi areal city walk dan Pasar Ngarsopuro seperti sekarang, tempat itu dulunya merupakan pusat toko-toko elektronik. Toko-toko itu dibongkar dan dipindahkan ke gedung baru bertingkat tiga yang masih satu kawasan dengan Ngarsopuro.

Kenapa night market ini dibagun? Sebelum pemerintahan Jokowi, Kota Solo berkembang sebagai kota modern. Sisi baiknya adalah mulai tumbuhnya investasi-investasi dari luar kota. Apartemen, hotel, dan mal mulai menjamur. Timbul kesenjangan yang mulai terlihat, yaitu mulai tergusurnya lahan ekonomi masyarakat kecil untuk mengais rezeki. Pasar tradisional hampir gulung tikar digantikan pasar modern, mall dan hypermarket yang lebih efisien, bersih, dan padat modal.

Jika dibiarkan, rakyat Solo akan kehilangan sebagian ruhnya dalam pasar tradisional. Padahal, masyarakat Solo sangat dekat dengan pasar. Mereka bahkan akrab dengan pasar yang selalu berhubungan dengan nama hari dalam bilangan Jawa, seperti Pasar Legi, Pasar Kliwon, atau Pasar Pon.

Pasar juga berkorelasi dalam sejarah Solo bahkan sejarah Indonesia. Pasar Klewer misalnya sangat erat dengan perkembangan Sarekat Dagang Islam, cikal-bakal Sarekat Islam. Pasar Legi bisa dikaitkan dengan Perkembangan Gerakan Nasional yang dilakukan oleh Dokter Tjiptomangunkusumo, Tjokroaminoto, Raden Djojopanatas, Sosrokardono, Douwes Dekker, dan lain-lain. Bahkan Bung Karno sendiri sering pidato di bioskop dekat Pasar Pon. Artinya, pasar-pasar di Solo memiliki napak tilas bagaimana bangsa ini didirikan.

Salah satu yang dipegang Jokowi adalah: jangan sampai perkembangan kota membunuh sejarahnya. Pasar juga merupakan bagian dari sejarah perkembangan kultural selain pusat pertumbuhan ekonomi. Pendek kata, pasar adalah bagian integral perkembangan sejarah masyarakat.

Atas dasar itu, Jokowi harus memadukan bagaimana sebuah pasar juga harus patuh pada konsep tata ruang kota. Pasar tidak boleh mengganggu aspek lain. Dinamika multiaspek inilah yang dipergunakan untuk mengubah satu situasi yang ada dan kurang baik menjadi situasi yang ada dan baik dengan pendekatan pembangunan yang berdimensi kemanusiaan.

Ada tiga hal dasar yang dilakukan Jokowi dalam mengedepankan ekonomi politik berbasis rakyat, yaitu wareg (kenyang), waras (sehat), dan wasis (mampu/berketrampilan/berpendidikan). Wareg berarti pembangunan ekonomi harus mampu menjamin rakyat kenyang, tercukupi kebutuhan sehari-hari. Waras berarti, pembangunan ekonomi harus mampu menyejahterakan rakyat sekaligus memberikan jaminan kesehatan jasmani maupun rohaninya. Dan hasil akhir pembangunan ekonomi itu, rakyat harus wasis, atau layak dan mampu mengenyam pendidikan termasuk ketrampilan.

Dengan demikian, fokus yang dikembangkan Jokowi pada masa itu adalah pembangunan ekonomi yang berbasis pada pengembangan akses ekonomi rakyat. Pasar dimaksudkan sebagai pelopor akses ekonomi rakyat.

Kini Pasar Ngarsopuro telah mengimplementasikan apa yang telah Jokowi gariskan. Ia bukan saja menjadi night market setiap Sabtu dan Minggu malam saja. Di pagi hari hingga petang, ia juga menyediakan kawasan pasar ekonomi masyarakat pinggiran, yang dulunya dikenal dengan Pasar Triwindu. Pasar tradisional ini unik karena barang-barang yang diperdagangkan berupa barang-barang antik.

Karena unik, ia mampu mengundang orang-orang dari mancanegara. Barang-barang yang diperjualbelikan adalah barang-barang antik seperti peralatan rumah tangga zaman dulu, barang-barang elektronik kuno, uang-uang kuno, patung-patung, dll. Hampir segala barang yang berembel-embel kuno memang ada. Keris, wayang, koin, lentera, hiasan dinding, topeng, lampu dan gantungannya, jam dinding, mebel, kursi, radio, dan stoples kue.

Bahkan sebagian barang di Pasar Triwindu berasal dari Kraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Terutama lampu, piring-piring keramik, gebyok (dinding kayu rumah), mesin ketik, jam, bahkan sepeda.

Entah bagaimana caranya, yang jelas tidak sedikit barang-barang milik kraton yang dipajang di pasar ini. Biasanya barang itu hadiah dari kraton, lalu abdi dalem menjualnya ke sini karena tidak mempunyai uang. Umumnya barang yang dibawa sudah rusak dan tidak utuh lagi. Barang itu baru bisa dijual lagi setelah diperbaiki sana-sini.

Kota Solo sebagai salah satu kota yang sarat budaya menjadi lengkap lagi setelah ada pelestarian Kereta Uap Jaladara atau lebih terkenal dengan sebutan Sepur Kluthuk Jaladara. Solo. Kereta kuno ini akan mengantar para wisatawan pengguna kereta untuk tempat-tempat wisata dan pusat perbelanjaan khas kota Solo. Kereta ini akan singgah mengantar wisatawan berbelanja atau sekedar berkunjung, salah satunya adalah Pasar Pon (Pasar Windujenar-Ngarsopuro).

Daya tarik lokalitas night market Solo dan lingkungan pasar tradisional yang berbasis budaya ini ini menjadi penting, di tengah kejenuhan modernisasi global. Menurut Anthoy Gidden (2001), globalisasi menjadi alasan bagi kebangkitan kembali identitas budaya lokal di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Semakin homogen gaya hidup masyarakat akibat globalisasi, semakin kokoh ketergantungan masyarakat kepada nilai-nilai yang lebih dalam seperti agama, seni, dan sastra. Demikian juga dari perspektif lokal, ketika dunia semakin tumbuh homogen, kita semakin menghargai tradisi yang bersemi dari dalam. Nilai lokal di samping mampu menginspirasi tumbuhnya kearifan lokal juga akan menumbuhkan nilai-nilai kehidupan yang memberi makna pada kehidupan dan interaksi sesama mereka.

Nilai strategis budaya lokal seperti night market di Solo telah menginpirasi berbagai daerah untuk mengembangkan potensi lokalitas dalam pengembangan pariwisata. Pengembangan pariwisata tidak boleh meminggirkan budaya dan spirit lokal. Oleh karena itu, perlu digagas pengembangan pariwisata yang sejalan dengan pengembangan budaya dan semangat manusia beserta cipta, rasa, dan karsanya.

Gagasan tersebut dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pembangunan daya tarik wisata didasarkan pada pembangunan masyarakat, sejarah, dan budayanya. Dalam pengertian tersebut, kebudayaan mencakup segala hal yang merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia, termasuk di dalamnya benda-benda hasil kreativitas/ciptaan manusia.

Melville J. Herskovits dan Brinislaw Malnowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Karena kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, cipta masyarakat (Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi). Dalam kaitan dengan pengembangan pasar tradisional yang berbasis pada pemberdayaan ekonomi rakyar yang berbasis sejarah dan budaya, night market Solo yang digagas Jokowi telah sesuai dan menemukan relevansi maupun referensinya.

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: