Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Letoy di Hadapan Dolar, Kapan Berakhirnya? (1)

Rupiah Letoy di Hadapan Dolar, Kapan Berakhirnya? (1) Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penutupan transaksi mata uang antarbank di Jakarta Senin sore (20/8) masih menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus berfluktuasi dan bertahan pada kisaran angka yang tinggi. Nilai tukar (kurs) mata uang Garuda itu melemah 20 poin menjadi Rp14.592/dolar AS, dibandingkan penutupan sebelumnya Rp14.572 per dolar AS.

Padahal beberapa sentimen positif di dalam negeri sudah diumumkan pemerintah, baik soal pertumbuhan ekonomi semester I 2018 yang menembus angka 5,17 persen, inflasi yang terkendali dan proyeksi pertumbuhan sampai akhir tahun sebesar 5,2-5,3 persen.

Tidak hanya itu. Pemerintah juga telah mengeluarkan strategi penurunan defisit neraca perdagangan yang cukup komprehensif dan menunjukkan tekad pemerintah memperbaiki transaksi berjalan, seperti menunda proyek yang mengandung komponen impor tinggi.

Walaupun memang ada pengumuman BPS yang sempat bikin syok, ketika Kepala BPS E Suhariyanto mengumumkan bahwa terjadi defisit berdagangan sebesar 2,03 miliar dolar AS pada Juli 2018, akibat belanja impor minyak dan gas (migas) dan barang modal yang tinggi.

Sampai Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan data statistik ekspor impor pada Juli itu agak anomali. Bahkan ia menyebut akan melakukan kajian, karena defisit perdagangan bulan tersebut merupakan defisit terbesar dalam lima tahun terakhir sejak Juli 2013.

Defisit neraca perdagangan tersebut berasal dari impor yang mencapai 18,27 miliar dolar AS, sementara perolehan ekspor hanya 16,24 miliar dolar AS. Akibatnya defisit neraca perdagangan pada Januari-Juli 2018 menembus angka 3,09 miliar dolar AS.

"Jadi ada kegiatan impor yang banyak dilakukan sebelum Lebaran dan libur panjang, kemudian dikompensasi pada bulan Juli," kata Sri Mulyani menjelaskan anomalinya.

Tertahan Beruntung pengumuman BPS yang dikhawatirkan bakal memukul rupiah pada perdagangan Rabu Sore (15/8) itu, diimbangi dengan sinyal positif yang dilakukan Bank Indonesia (BI). Bank Sentral itu menaikkan suku bunga acuan atau 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 0,25 persen menjadi 5,5 persen, sehingga berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah sebesar delapan poin dari Rp14.601 menjadi Rp14.593 per dolar.

Angka itu setidaknya meredakan pasar dan publik terhadap gejolak rupiah, yang menembus angka psikologis Rp14.600 per dolar AS. Sejak awal Agustus rupiah memang terus terdepresiasi. BI menghitung depresiasi rupiah mencapai sekitar 7,04 persen.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: