Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DJBC: Penerimaan Bea dan Cukai Hingga Juli Capai Rp92,88 T

DJBC: Penerimaan Bea dan Cukai Hingga Juli Capai Rp92,88 T Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memastikan penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai masih berjalan sesuai proyeksi dan bisa mencapai target pada akhir 2018.

Heru dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis (23/8/2018), menyatakan optimisme pencapaian penerimaan ini didukung oleh realisasi kepabeanan dan cukai hingga akhir Juli 2018 sudah mencapai Rp92,88 triliun atau 47,85 % dari target Rp194,1 triliun. 

"Kami optimistis melihat kinerja organisasi yang semakin sehat, ditopang dengan kerja sama dan sinergi yang semakin kuat dengan seluruh stakeholder terkait sehingga kepatuhan perpajakan semakin baik," katanya.

Penerimaan Rp92,88 triliun yang merupakan pertumbuhan tertinggi dalam periode yang sama untuk tiga tahun terakhir ini terdiri atas penerimaan bea masuk sebesar Rp21,42 triliun, cukai Rp67,55 triliun dan bea keluar Rp3,91 triliun.

Pencapaian penerimaan ini didukung oleh peningkatan kegiatan perdagangan internasional serta kebijakan yang tepat termasuk melalui program penguatan reformasi maupun program penertiban Impor, Ekspor, dan Cukai Berisiko Tinggi.

Selain itu, peningkatan penerimaan yang tumbuh 16,39 % dibandingkan periode akhir Juli 2017 juga disumbangkan melalui program upaya ekstra, salah satunya dengan program kemitraan dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Khusus kebijakan Importir Berisiko Tinggi, upaya ini telah menekan jumlah importir berisiko hingga 42,9 % serta meningkatkan kepatuhan pajak hingga 61,6 % dan secara tidak langsung ikut menyumbang penerimaan pajak hingga 38,9 %.

"Jadi jumlah importir berisiko tinggi menjadi sangat kecil dan mereka makin patuh, sehingga secara keseluruhan tingkat kepatuhan pelaku usaha juga menjadi semakin tinggi," kata Heru mengenai kebijakan yang diluncurkan sejak akhir Juli 2017.

Kebijakan penertiban juga memberikan dampak positif pada iklim usaha yaitu tumbuhnya industri lokal dan ekspor tekstil Indonesia sebesar enam persen dari 11,83 miliar dolar AS pada 2016 menjadi 12,54 miliar dolar AS pada 2017.

Kemudian, naiknya kapasitas industri serat dan benang filamen sebesar 15 persen serta tumbuhnya penjualan sekitar 30 %pada kuartal I 2018 karena komoditas ini bermanfaat sebagai substitusi impor bahan baku secara borongan.

Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam negeri juga menikmati pertumbuhan hingga 30 % sepanjang 2017 karena program penertiban importir berisiko tinggi ini ikut memberikan manfaat ekstra berupa peningkatan nilai ekspor.

Untuk 2019, strategi kerja DJBC adalah menjalankan beberapa kebijakan yang meliputi area optimalisasi penerimaan, kebijakan untuk meningkatkan daya saing, insentif untuk peningkatan investasi, transparansi informasi serta peningkatan kepatuhan dan pengawasan.  

Khusus strategi optimalisasi penerimaan, kebijakan yang terus diupayakan meliputi ekstensifikasi obyek Barang Kena Cukai (BKC), penyesuaian struktur tarif cukai, perluasan jangkauan program kemitraan DJP-DJBC serta menggali potensi e-commerce.

"Program-program yang telah kita rencanakan, laksanakan dan kembangkan lebih lanjut ke depan ditujukan untuk membangun ekosistem ekonomi yang sehat dan kondusif untuk berkembang," jelas Heru. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: