Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketua DPR: Infrastruktur Nilai Lebih Penting Dibanding Fisik

Ketua DPR: Infrastruktur Nilai Lebih Penting Dibanding Fisik Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gerak laju pembangunan  Indonesia saat ini sesungguhnya dihadapkan pada tantangan yang pelik. Di satu sisi harus mengejar ketertinggalan di bidang pembangunan ekonomi, pembangunan fisik, dan produktivitas nasional. Namun di sisi lain harus menghadapi kerentanan sosial yang ditimbulkan krisis nilai dan fragmentasi sosial yang dapat menghambat pembangunan.

Pandangan itu diungkapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo pada rapat paripurna Peringatan Ulang Tahun ke-73 DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/8/2018).

"Mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur fisik sangat penting, namun yang tak kalah penting, bahkan lebih penting lagi adalah memberikan perhatian serius terhadap pengembangan infrastruktur nilai," kata Bambang.

Saat ini, lanjut dia, bangsa Indonesia berkerjaran dengan waktu untuk mengatasi degradasi dalam nilai etis-ideologis dan karakter jati diri bangsa.

"Kita menghadapi gempuran pasar internasional dan ideologi-ideologi transnasional dalam situasi ketahanan kejiwaan bangsa ini yang makin rapuh. Maka dalam situasi dan kondisi seperti itu, kita harus tetap waspada terhadap upaya kelompok-kelompok tertentu yang secara terus-menerus menghembuskan paradigma dari ideologi asing yang anti-Pancasila," ujarnya.

Oleh karena itu, katanya, paham atau ideologi apa pun yang datang dari luar, apalagi dilabeli dengan nuansa politik keagamaan dapat tumbuh subur.

Pada kesempatan tersebut, Bambang merujuk pada hasil survei yang dilakukan lembaga survei kredibel sebagai indikator. Menurut dia, hasilnya sangat mengkhawatirkan, nilai-nilai ideologi dan kebangsaan berada dalam posisi bahaya.

Misalnya, Indeks Ketahanan Nasional yang disusun Labkurtanmas, Lembaga Ketahanan Nasional, mengindikasikan melemahnya ketahanan ideologi dan politik dalam kurun tujuh tahun terakhir, mulai 2010 sampai 2016.

Indeks ketahanan ideologi yang meliputi variabel toleransi, kesederajatan dalam hukum, kesamaan hak kehidupan sosial, dan persatuan bangsa cenderung terus merosot dari skors 2,31 (pada 2010) menjadi 2,06 (pada 2016).

Gambaran serupa diperlihatkan oleh hasil Survei Nilai-nilai Kebangsaan (SNK) yang dilakukan BPS pada 2015 (survei pertama kali di Indonesia). Dari setiap 100 orang Indonesia, 18 orang tidak tahu judul lagu kebangsaan Republik Indonesia, 53% orang Indonesia tidak hafal seluruh lirik lagu kebangsaan, dan 24 dari setiap 100 orang Indonesia tidak hafal sila-sila Pancasila.

Bahkan, sejalan dengan itu, menurut survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), tren pendukung Pancasila menurun dalam setiap 5 tahun. 2005, pendukung Pancasila sebesar 86%. Kemudian turun menjadi 81,7% pada 2010, dan pada 2015, turun lagi menjadi 75,3%.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: