Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Alasan Takut Banjir, Warga Minta Pembangunan PLTA Tampur Digeser

Alasan Takut Banjir, Warga Minta Pembangunan PLTA Tampur Digeser Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masyarakat Aceh Tamiang, Gayo Lues dan Aceh Timur Provinsi Aceh membuat petisi tolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Hingga saat ini telah ada 7.000 masyarakat yang menolak rencana pembangunan PLTA yang direncanakan sejak pertengahan tahun 2017 itu, dan petisi masih terus bergulir. 

Maksum, masyarakat Aceh Tamiang mengatakan, pihaknya khawatir dengan rencana pembangunan bendungan setinggi 175 meter yang membendung sungai di KEL itu. Masyarakat juga bingung untuk apa megaproyek tersebut dibangun, karena masyarakat di sana tidak pernah di ajak berdiskusi dan bersosialisasi. 

“Daerah kami sudah rawan banjir, tahun 2006 pernah terjadi banjir bandang yang melanda 90% daerah kami, kami tidak bisa membayangkan kalau bendungan itu nanti jebol, dampaknya akan lebih besar,” ujar Maksum, dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Maksum menambahkan, rencana pembangunan bendungan untuk PLTA juga akan mengancam kekeringan di daerah hilir sungai, karena untuk menampung air hingga memenuhi bendungan, setidaknya dibutuhkan waktu satu tahun. Sebab masyarakat di sana yang sebagian besar memiliki mata pencaharian bertani sangat mengandalkan sumber air di KEL. 

“Bukan kami menolak, kami mendukung, tapi masih banyak tempat yang tidak memberikan dampak," ujar Maksum.

Riswan Zein, Analis Perlindungan Bentang Alam dari Yayasan Ekosistem Leuser (YEL) menambahkan, selama ini KEL telah menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat dan sekitarnya. Potensi ekonomi mencapai Rp315 triliun yang meliputi 12 sektor, yang didominasi menyediakan kebutuhan air bagi masyarakat mencapai 52%, dan sektor lain seperti jasa lingkungan, industri karbon, dan pencegahan bencana. 

Pembangunan PLTA Tampur juga dinilai akan merusak habitat binatang dilindungi yang ada di dalamnya, seperti gajah, harimau, orang utan dan badak. Sebab mega proyek PLTA Tampur akan membuka akses ke kawasan hutan primer sehingga menimbulkan aktivitas pembukaan hutan dan perburuan, kondisi tersebut akan menurunkan keutuhan fungsi lindung dari Kawasan Strategis Nasional Kawasan Ekosistem Leuser. 

Fahmi, Tim Legal Yayasan HakA menambahkan, bahwa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang digunakan oleh PT. KAMIRZU kontraktor yang akan membangun proyek itu dinilai tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana Gubernur hanya bisa memberikan izin pembangunan fasilitas umum yang bersifat non komersial dengan luas paling banyak 5 hektar, sedangkan proyek ini sudah dipastikan menggunakan kawasan hutan lebih dari lima hektar. 

“Oleh karena itu, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan ini sudah seharusnya dicabut dan pemegang izin dikenakan sanksi. Kami juga meminta agar pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan terkait pembangunan PLTA Tampur,” Fahmi.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: