Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Sentuh Level Terendah, Dipicu Gejolak Turki dan Argentina

Rupiah Sentuh Level Terendah, Dipicu Gejolak Turki dan Argentina Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) hari ini melemah hingga ke level Rp14.840 per dollar AS. Chief Market Strategist ForexTime, Hussein Sayed, menyebut rupiah merosot ke level terendah terhadap Dolar sejak krisis keuangan Asia 1998 di tengah ketegangan dagang yang memburuk.

Hussein menjelaskan, aksi jual brutal Lira Turki dan Peso Argentina juga sangat berperan pada depresiasi drastis Rupiah. Gejolak di Turki dan Argentina memicu ketidakpastian, sehingga mata uang pasar berkembang dapat semakin melemah.

“Walaupun Bank Indonesia (BI) menyatakan telah mengintervensi pasar valas dan pasar obligasi, tekanan eksternal dalam bentuk ekspektasi kenaikan suku bunga AS dapat terus memperburuk situasi bagi Rupiah,” ujarnya Selasa (4/9/2018).

Menurutnya, BI mungkin terpaksa menaikkan suku bunga lagi guna berusaha menanggulangi depresiasi Rupiah.

“Kenaikan suku bunga mungkin dapat membantu Rupiah, namun juga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tandasnya.

Menurutnya, pekan lalu, investor berharap bahwa perkembangan positif antara AS - Meksiko dapat meluas ke Kanada, Eropa, dan mungkin China. Optimisme ini terpaksa sirna ketika AS gagal mencapai kesepakatan dengan Kanada di hari Jumat. Presiden Donald Trump mengancam bahwa apabila kesepakatan yang adil tidak tercapai, Kanada akan dikeluarkan dan apabila Kongres mengintervensi, ia akan menghentikan NAFTA.

Menurutnya, Trump juga mungkin memperburuk perang dagang apabila ia memutuskan untuk menerapkan tarif terhadap $200 miliar barang China. Ini bisa saja terjadi saat periode komentar publik berakhir pada hari Kamis. Beijing menyatakan akan membalas dengan tarif terhadap $60 miliar barang AS.

“Jika ini terjadi, hampir 85% barang AS yang dikirim ke China akan terkena tarif. Sementara itu, separuh dari impor China yang totalnya $505 miliar akan terpengaruh,” tambahnya.

Sementara, Shanghai Composite dan CSI300 merosot lebih dari 1% di hari Senin, dan walaupun valuasi mulai terlihat relatif murah, investor mungkin terus menjual saham China karena ketidakpastian mengenai keberlanjutan perang dagang dan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi.  Ini mungkin saat yang tepat untuk investor yang ingin memasuki value investing jangka panjang. Pasar juga mungkin akan melihat penurunan pada saham AS saat trading dimulai di hari Selasa karena selera risiko berkurang.

Adapun, data hari Senin menunjukkan bahwa sektor manufaktur China tumbuh dengan laju paling lambat dalam 14 bulan di bulan Agustus. PMI Manufaktur Caixin/Markit melemah ke 50.6 bulan lalu, karena order ekspor merosot selama lima bulan berturut-turut. Meninjau indeks PMI yang mengalami kontraksi, kita perlu melihat langkah apa yang diambil pembuat kebijakan untuk mendorong pertumbuhan.

“Di Eropa, investor juga akan mencari bukti apakah ketegangan dagang akan menekan data PMI final yang sedikit menguat bulan lalu di Jerman dan Prancis.  PMI manufaktur Inggris akan menjadi sorotan utama investor, karena Pound merosot di bawah 1.3 terhadap Dolar,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: