Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

IndHe Bags: Memberdayakan Kaum Ibu di NTT

IndHe Bags: Memberdayakan Kaum Ibu di NTT Kredit Foto: Cahyo Prayogo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perjalanan ke NTT telah mengubah jalan hidup Ineu Mardiani dari seorang apoteker di perusahaan farmasi asal Amerika Serikat menjadi sosok socialpreneur.

Ineu Mardiani, Founder IndHe Bags, melakukan perjalanan ke Nusa Tenggara Timur pada tahun 2014 silam. Dalam perjalanan yang bisa dibilang sebagai perjalanan sosial tersebut, Ineu menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa masyarakat di wilayah tersebut terjerat oleh kemiskinan. Bahwasanya keindahan dan pesona alam belum mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat NTT. Tercatat, NTT menduduki peringkat ketiga sebagai provinsi termiskin di Indonesia.

Selama melakukan perjalanan tersebut, ibu dari dua anak ini memperhatikan aktivitas masyarakat di NTT. Anak-anak yang bermain dengan binatang peliharaan di pekarangan rumah tanpa alas kaki. Hingga kaum ibu di NTT yang bekerja menenun kain dengan peralatan sederhana di kolong-kolong rumah.

"Saya bertemu dengan seorang ibu yang sedang menenun. Saya tanya berapa lama proses penenunan ini. Ibu itu bilang: satu bulan. Ibu itu mendapat bahan baku dari toko atau kadang membuat bahan sendiri. Saya kembali bertanya: akan digunakan untuk apa tenun ini? Ibu itu bilang kain tersebut akan dijual, namun jika tidak laku akan digunakan sebagai sarung untuk anaknya," katanya kepada Warta Ekonomi di bilangan Blok M, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Dialog tersebut telah menggerakkan hati Ineu. Sebagai wanita karier kala itu, ia paham betapa berat upaya kaum ibu di NTT yang berusaha membantu perekonomian keluarga. Ia terdorong untuk membantu kaum ibu di NTT dengan cara memberi nilai tambah terhadap produk kerajinan mereka. Selain itu, tenun tradisional yang dibuat secara handmade tersebut akan coba diperkenalkan ke pasar yang lebih luas.

"Saya ingin menyejahterakan kaum ibu di NTT dengan membeli produk kain tenun tradisional mereka dengan harga layak," ujarnya.

Berbekal kemampuan membuat desain dan pola, ia memutuskan untuk membuat produk tas dengan menggunakan bahan dasar kain tenun. Ia memberi nama produk tas tersebut dengan brand IndHe yang merupakan kepanjangan dari Indonesia’s Heritage. Bahan baku kain tenun yang berasal dari NTT dikombinasikan dengan bahan kulit asal Italia berdasarkan pada desain dan pola yang telah dibuat oleh Ineu. Penjahitan dua bahan baku dilakukan di Jakarta. Ia dibantu oleh dua orang penjahit dalam membuat produk tas etnik tersebut.

"Awalnya saya menjual produk tersebut ke kenalan dan kerabat. Ternyata, produk tersebut langsung digemari oleh mereka," ujarnya.

Wanita lulusan Prasetiya Mulya Business School ini sadar dirinya harus totalitas dalam mengembangkan brand IndHe agar lebih banyak kaum ibu perajin di NTT yang mendapat manfaat. Akhirnya, pada tahun 2015 ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan dan fokus menjalani bisnis IndHe Bags.

Tantangan

Membangun sebuah bisnis bukan perkara mudah. Ada banyak lika-liku dan jatuh-bangun yang kerap dijumpai seorang entrepreneur dalam menjalani sebuah bisnis. Begitupula yang dialami Ineu.

Ada dua kendala yang dialami Ineu ketika periode awal membangun bisnis, yakni biaya produksi dan perluasan pasar. Biaya produksi pembuatan tas tersebut lumayan mahal karena beberapa komponen bahan baku harus didatangkan dari luar negeri seperti logam hardware dan leather atau kulit yang diimpor dari Italia. Alasannya, teknologi di Indonesia belum memadai untuk memasok bahan baku yang berkualitas. Alhasil, Ineu ditantang untuk pintar mengatur biaya produksi supaya modal usaha tidak tergerus habis.

Adapun, perluasan pasar juga menjadi tantangan karena IndHe Bags tergolong premium untuk kategori produk lokal. Untuk satu produk IndHe Bags, konsumen harus merogoh kocek di kisaran Rp1 juta hingga Rp2 juta. Selain itu, ia memang memiliki objektif untuk memperluas pasar guna membantu penyebarluasan kain tenun asal NTT.

"Kunci untuk mengatasi tantangan tersebut ada dua, yakni e-commerce dan perusahaan jasa logistik," jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa dengan melakukan pemasaran online bisa memperluas pasar sekaligus menekan biaya karena bisa dilakukan secara gratis. Pemasaran online membuka pasar selebar-lebarnya hingga ke seluruh Indonesia. Selain membuka outlet di situs e-commerce seperti Blibli.com dan Qlapa.com, IndHe Bags juga memiliki situs sendiri yang dijadikan sebagai katalog online yakni Indhegaleri.com.

"Go online itu merupakan kunci untuk menjangkau pasar yang lebih luas," sebutnya.

Hal kedua yang menjadi concern Ineu setelah melakukan pemasaran online adalah memilih perusahaan jasa pengiriman barang yang tepat. Ia menjelaskan pemilihan perusahaan jasa pengiriman barang dilakukan dengan menggunakan tiga kriteria, yakni biaya murah, memiliki jaringan distribusi luas, dan tepat waktu. Berdasarkan tiga kriteria tersebut, IndHe Bags menggunakan jasa pengiriman JNE.

"Sejak awal saya menggunakan jasa pengiriman JNE. Selain harga murah, mereka juga memiliki layanan jemput barang. Jadi, setiap ada order dari konsumen maka saya cukup menghubungi JNE. Kemudian mereka akan melakukan pengambilan barang dan segera mengirim ke konsumen," jelasnya.

Merambah Mancanegara

Saat ini IndHe Bags mampu memproduksi sekitar 180-200 unit tas per bulan. Produk-produk tersebut tidak hanya terserap di wilayah Indonesia namun juga hingga ke mancanegara.

IndHe Bags sudah beberapa kali diundang untuk mengikuti pameran seperti di acara Experience Remarkable Indonesia di Kuala Lumpur atau Fukuoka International Gift Show di Jepang. Selain itu, produk IndHe Bags masuk dalam katalog penerbangan internasional milik Smesco serta Kemenkop dan UKM.

"Konsumen IndHe Bags tidak hanya dari Indonesia, tapi juga dari Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Swiss. Konsumen luar negeri paling banyak berasal dari Australia dan negara-negara Asean seperti Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia," tuturnya.

Ineu mengatakan keberhasilan IndHe Bags merambah pasar luar negeri tidak terlepas dari peran dan dukungan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Bekraf, serta Kementerian Koperasi dan UKM.

"Pemerintah sedang gencar sekali mempromosikan produk Indonesia yang layak ekspor. Produk kami sudah lolos kurasi dan dianggap produk unggul sehingga sering diajak pameran ke luar negeri," sebutnya.

Tiga tahun berjalan, usaha IndHe Bags terus mengalami peningkatan baik dari sisi produksi maupun penjualan. Ineu pun melakukan inovasi dengan memberi nama produk berdasarkan pada desa asal kain tenun. Produk-produk IndHe Bags yang diberi nama berdasarkan desa-desa asal kain tenun NTT seperti Bajawa, Amarasi, Mollo, Waioti, Kolisia, Mauloo, Bajo, Ende, Beliko, Sikka, Kelimutu, Beru, Adonara, Bena, Umagera, Nunbena, Kefa, dan Kodi.

Ia berharap inovasi tersebut dapat membantu promosi pariwisata sehingga turis-turis asing mengenal dan mau mendatangi desa-desa di NTT. Dengan demikian, ia tidak hanya memberikan nilai tambah terhadap kain tenun namun juga berupaya mendorong perekonomian di NTT melalui promosi wisata.

"IndHe Bags akan terus berusaha memberi kontribusi dan manfaat bagi kaum ibu di NTT. Meskipun saat ini masih berupa lilin kecil, tapi api lilin itu tidak akan pernah padam," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel:

Berita Terkait