Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Terjepit dan Bayang-bayang Ketakutan Krisis 1998 (1)

Rupiah Terjepit dan Bayang-bayang Ketakutan Krisis 1998 (1) Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan atau tren nilai tukar rupiah yang cenderung mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat kekhawatiran pelaku pasar keuangan di Indonesia. Dikhawatirkan, tren depresiasi mata uang berlambang Garuda itu menjadi sinyal dari krisis ekonomi di dalam negeri akan terulang seperti pada 1998 silam.

Di tengah kekhawatiran itu, mata uang rupiah hampir menyentuh level psikologis ke level Rp15.000 per dolar AS. Padahal, situasi tahun ini berbeda dengan saat krisis tahun 1998 lalu, salah satunya dapat dilihat fluktuasi kurs rupiah, cadangan devisa Indonesia, dan peringkat utang Indonesia.

Berdasarkan data yang diolah Antara, pada September 1997 kurs rupiah berada di posisi Rp3.030 per dolar AS. Dalam waktu setahun, rupiah jatuh 254 persen menjadi Rp10.725 per dolar AS pada September 1998. Sementara saat ini, pada September 2017 posisi rupiah di level Rp13.345 per dolar AS. Setahun kemudian rupiah hanya melemah 11 persen menjadi Rp14.815 per dolar AS.

Jika rupiah tertekan seperti tahun 1998 lalu, maka kurs rupiah menjadi Rp47.241 per dolar AS. Di sisi lain, besaran cadangan devisa juga berbeda dimana pada tahun 1998 sekitar 23,61 miliar dolar AS. Sedangkan pada akhir Agustus 2018 ini sebesar 117,9 miliar dolar AS. Hal berbeda juga dapat dilihat dari peringkat surat utang pemerintah, pada 1998 peringkat utang Indonesia masuk dalam kategori "junk", sementara pada 2018 ini berada di tingkat "investment grade" atau layak investasi.

Director Investment Strategy Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menilai bahwa Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang lebih bagus dibandingkan situasi 1998 lalu mengingat likuiditas pasar saat ini cukup bagus, dimana kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana untuk menjalankan transaksi bisnis, serta kesempatan investasi masih cukup menarik.

"Krisis 1998 ditandai dengan kekeringan likuiditas. Sementara likuiditas saat ini cukup baik," ujarnya.

Budi Hikmat juga mengatakan kebijakan makro ekonomi yang dikeluarkan pemerintah tahun ini juga bagus untuk mendukung stabilitas rupiah, salah satunya dengan menahan barang impor agar dapat mengurangi beban defisit neraca transaksi berjalan.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: