Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Terjepit dan Bayang-bayang Ketakutan Krisis 1998 (2)

Rupiah Terjepit dan Bayang-bayang Ketakutan Krisis 1998 (2) Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pemerintah menerapkan kebijakan pengendalian impor barang konsumsi melalui penyesuaian tarif pajak penghasilan (PPh) impor terhadap 1.147 pos tarif sebagai strategi mengatasi defisit neraca transaksi berjalan. Dijelaskan, sebanyak 1.147 komoditas yang disesuaikan tarif PPh impornya tercatat memiliki nilai impor 6,6 miliar dolar AS pada 2017.

"Kami berharap masyarakat memahami bahwa pemerintah di satu sisi ingin cepat dan di sisi lain selektif karena situasinya tidak biasa, dan kami lakukan tindakan yang dalam situasi biasa tidak dilakukan," ujarSri Mulyani .

"New normal" Menurut Budi Hikmat, pergerakan nilai tukar rupiah saat ini lebih dipengaruhi oleh fenomena "new normal". Fenomena itu mengacu kepada berakhirnya era suku bunga rendah di negara maju, seperti Amerika Serikat yang akhirnya mendorong penguatan dolar AS.

"Yang kemudian terjadi adalah rotasi investasi antaraset dan antarregional menuju negara maju," katanya.

Chief Market Strategist FXTM, Hussein Sayed menilai apabila Bank Sentral AS atau The Fed tidak memperlambat laju pengetatan kebijakan moneternya maka pasar keuangan di negara berkembang dapat memburuk.

"Ketegangan perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok yang belum ada pertanda akan segera berakhir juga mengganggu pasar mata uang berkembang," katanya.

Menurut dia, reaksi yang dapat dilakukan pemerintah adalah menerapkan tindakan penghematan meski dapat menahan laju ekonomi. Tidak hanya rupiah, sentimen negatif global juga berdampak negatif terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) meski sifatnya relatif sementara, mengingat sebagian investor sudah mulai masuk ke pasar.

"Setelah tertekan, secara otomatis akan ada valuasi dimana harga akan menarik bagi investor," ujar Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo.

Ia mengatakan dengan fundamental ekonomi makro dan moneter Indonesia yang terjaga maka investor akan kembali untuk melakukan akumulasi beli saham.

"Kita sudah menjelaskan kondisi ekonomi ke pelaku pasar, baik investor asing maupun domestik bahwa secara fundamental Indonesia bagus," katanya.

Di tengah maraknya sentimen negatif global, pihak BEI mengaku sudah menyiapkan antisipasi agar investor tidak panik. Namun, hingga saat ini kebijakan itu belum dikeluarkan karena fluktuasi IHSG dinilai masih wajar.

"Regulator memiliki protokol krisis, penurunan sempat 4,8 persen kita siap-siap, karena perlu diwaspadai namun belum tentu pencet tombol krisis protokol. Dan kenyataannya market Jumat (7/9) positif," katanya.

Partisipasi masyarakat Dalam rangka menahan tekanan rupiah lebih dalam, Budi Hikmat mengharapkan masyarakat agar juga turut berpartisipasi yang salah satunya adalah dengan membeli produk dalam negeri, menahan membeli produk elektronik yang tidak perlu, dan menunda perjalanan ke luar negeri.

"Anak milenial lebih banyak plesiran ke luar negeri dan pakai gadget impor. Jadi masyarakat juga harus memperbaiki konsumsinya juga," katanya.

Selain itu, penggunaan transportasi publik juga dinilai kalangan ekonom dapat memberikan sumbangan/kontribusi terhadap stabilitas rupiah. Dengan menggunakan transportasi publik maka akan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sehingga dapat mengurangi defisit neraca perdagangan akibat tingginya impor migas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: