Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fundamental Ekonomi Dinilai Kuat, Depresiasi Rupiah Tak Menakutkan

Fundamental Ekonomi Dinilai Kuat, Depresiasi Rupiah Tak Menakutkan Kredit Foto: FMB9
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah indikator ekonomi menunjukkan penurunan rupiah yang kini terjadi bukanlah hal yang perlu ditakutkan. Lantaran itu masyarakat diingatkan tidak berpikir negatif demi menghindari akibat negatif yang tidak diinginkan.

Dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertema Bersatu untuk Rupiah di Ruang Serba Guna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (10/9/2018), Kepala Departemen Internasional Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengajak publik melihat kembali krisis pada 1997-1998 sampai periode saat ini. 

"Secara historis, ini bukan pertama neraca transaksi berjalan kita mengalami defisit. Pada 2013, current account mengalami defisit -4,24% di triliwulan keduanya. Hal Itu mengakibatkan neraca primer kita mengalami deficit besar," tegas dia dalam rilis yang diterima redaksi Warta Ekonomi.

Jadi, lanjut Simorangkir, masalah terjadinya defisit pada neraca transaksi berjalan bukanlah hal baru dan tidak perlu menciptakan ketakutan yang luar biasa besar. Dibanding 2013 yang angka defisitnya mencapai -4,24%, defisit neraca berjalan tahun ini sebesar -3,04% bukanlah sebuah krisis.

"Karena ada arus modal masuk atau capital inflow, kondisi itu menjadi tidak masalah," tuturnya. 

Menurut Simorangkir, saat ini yang harus diwaspadai adalah iklim global yang penuh ketidakpastian. Situasi ini dikhawatirkan bisa memicu capital outflow

"Fenomena ketidakpastian ini memang fenomena global. Kondisi ini memicu terjadinya krisis menjadi lebih berat di Argentina. Dari awal Januari sampai Jumat, mata uang Argentina terdepresiasi 49,62%. Kalau Turki 40,7% depresiasinya. Coba bandingkan dengan kita, depresiasi hanya minus 8,5%," tegas dia.

Simorangkir menambahkan, kekhawatian berlebihan tidak diperlukan karena fundamental ekonomi di dalam negeri masih sangat kuat. Hal ini diperlihatan dengan tingkat inflasi yang masih rendah, yakni 3,2%.

Selain mewaspadai inflasi, pemerintah akan memperhatikan kondisi neraca perdagangan. Hal ini terkait sejumlah kebijakan pemerintah AS yang mencetak lebih dari US$8 miliar pada 2008. Yang mana diikuti kebijakan kenaikan tariff yang berdampak pada menurunnya perdagangan dunia.

"Akibat volume perdagangan dunia menurun, ekspor kita melambat. Apalagi CPO," katanya. 

Untuk mendorong kepercayaan masyarakat pada rupiah, Simorangkir mengatakan, pemerintah menerbitkan kebijakan kenaikan tarif PPh impor. Pemerintah juga akan mendorong penggunanan komponen lokal untuk proyek-proyek infrastruktur guna mengurangi beban impor. 

"Sejumlah kebijakan untuk mendorong ekspor juga telah diterbitkan, antara lain dengan sistem OSS dan pos border," tegas dia.

Selain itu, kata dia, pemerintah mendorong penguatan pariwisata. Pada 18 Agustus lalu, sambung dia, pemerintah memutuskan memberikan KUR pariwisata kepada UMKM tarifnya 7%.

"Saya yakin bersama dengan masyarakat, dengan pemberitaan yang seimbang, saya yakin masyarakat percaya ekonomi solid, sehingga nilai tukar kita menjadi seimbang," katanya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: