Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Masih Jauh dari Krisis Ekonomi

Indonesia Masih Jauh dari Krisis Ekonomi Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perekonomian Indonesia lebih unggul ketimbang kondisi perekonomian negara berkembang lain seperti India, Turki, dan Argentina.

"Regulasi sektor keuangan Indonesia lebih rapi dan sinkron. Jadi, tidak perlu kekhawatiran krisis moneter 1998 bakal terulang di 2018," kata President Director Center for Banking Crisis (CBC), Deni Daruri, dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (11/9/2018).

Deni mengatakan Indonesia merupakan negara yang paling sinkron dalam kebijakan menjaga stabilitas sektor keuangan, bahkan jika juga dibandingkan dengan Amerika Serikat. Ia menyebut Presiden AS Donald Trump berupaya agar nilai dolar AS melemah. Namun, gubernur bank sentral AS justru menciptakan kebijakan moneter yang membuat dolar AS menguat. Sehingga, upaya Trump untuk meningkatkan daya saing perekonomian Amerika Serikat menjadi tidak terwujud.

"Hal yang sama juga terjadi di India, Turki, dan Argentina di mana selalu terlihat adanya perbedaan yang cenderung berlawanan antara kebijakan moneter, keuangan, dan fiskal," katanya.

Di India, Argentina, dan Turki, lanjutnya, kebijakan moneter tidak peduli dengan pelemahan mata uangnya. Padahal, defisit dalam anggaran pendapatan dan belanja jauh lebih besar ketimbang Indonesia.

"Sementara itu harmonisasi kebijakan di Indonesia justru semakin mantap dengan terpilihnya Ketua OJK dan Gubernur BI yang baru-baru ini," papar Deni.

Bank Indonesia (BI), kata dia, berencana menaikkan suku bunga acuan (BI-7 Days Repo Reserve Rate) ketika Turki mengalami devaluasi mata uang lira. Selain itu, pemerintah Indonesia juga mengerem impor barang konsumsi dan barang modal untuk kebutuhan konsumsi. Pemakaian biofuel serta upaya peningkatan ekspor seperti ekspor batubara merupakan upaya kebijakan yang harmonis yang tidak terlihat di Amerika Serikat, Turki, Argentina, dan India.

Deni menjelaskan perekonomian Indonesia saat ini jelas berbeda dengan 1997. Kini, OJK telah menjalankan pengendalian risiko alokasi kredit dengan seksama dengan memantau tiga variable utama yaitu peningkatan standar pemberian kredit (lending standards), peningkatan hambatan kredit (credit constrains), serta peningkatan harga resiko (price of risk).

"Upaya peningkatan dari price of risk dan peningkatan lending standards terbukti mampu menetralisir peningkatan risk appetite sehingga peningkatan credit demand dan peningkatan credit supply hanya meningkatkan credit volume dan tidak meningkatkan risiko dari alokasi kredit (riskiness of credit allocation)," paparnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: