Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK Didesak Blokir Perusahaan Fintech yang Teror Konsumen

OJK Didesak Blokir Perusahaan Fintech yang Teror Konsumen Kredit Foto: Antara/Mike Blake
Warta Ekonomi, Jakarta -

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memblokir perusahaan teknologi finansial (fintech) yang meneror nasabah/konsumennya dalam menagih utangnya atau cicilan kredit.

Saat ini sudah lebih dari 100-an pengaduan konsumen korban fintech diterima YLKI, baik berupa teror, denda harian dan atau bunga/komisi yang setinggi langit.

"Oleh karena itu, untuk kesekian kali YLKI mendesak OJK untuk segera menutup/memblokir perusahaan fintek yang terbukti melakukan pelanggaran hak-hak konsumen, baik secara perdata dan atau pidana," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, di Jakarta, Rabu (12/09/2018).

Menurutnya, pelanggaran itu berupa teror fisik by phone/whatsapp/sms. Pelanggaran juga berupa pengenaan denda harian yang sangat tinggi, misalnya Rp50.000 per hari; dan atau komisi/bunga sebesar 62% dari hutang pokoknya.

"Ini jelas pemerasan kepada konsumen," tegas Tulus.

Kemudian YLKI juga mendesak OJK untuk segera memblokir perusahaan fintech yang tidak mempunyai izin (ilegal), tetapi sudah melakukan operasi di Indonesia. Dari lebih 300 perusahaan fintech, yang mengantongi izin dari OJK hanya 64 perusahaan saja.

"Ini menunjukkan OJK masih sangat lemah atau tidak serius dalam pengawasannya," ungkap Tulus.

YLKI meminta konsumen untuk tidak melakukan utang piutang dengan perusahaan fintech atau kredit online yang sudah terdaftar/berizin dari OJK. Pasalnya jika konsumen nekat dan terjebak pada hutang piutang dengan perusahaan fintech/kredit online ilegal, maka tidak ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban.

"Selain melaporkan pada OJK, YLKI menghimbau konsumen yang menjadi korban teror dari perusahaan fintech/kredit online, untuk segera melaporkan secara pidana ke polisi. Patut diduga apa yang dilakukan pihak fintech kepada konsumen, berupa teror dan penyedotan data pribadi secara berlebihan, adalah tindakan pidana," jelas Tulus.

Ke depan YLKI menghimbau dengan sangat pada konsumen untuk membaca dengan cermat/teliti persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan fintech/kredit online tersebut.

"Sebab teror yang dialami konsumen bisa jadi bermula dari ketidaktahuan konsumen membaca aturan/persyaratan teknis yang ditentukan oleh perusahaan fintech tersebut," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: