Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Depan Pengusaha, BI Jelaskan Alasan Pelemahan Rupiah

Di Depan Pengusaha, BI Jelaskan Alasan Pelemahan Rupiah Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) menilai defisit transaksi berjalan menjadi salah satu faktor yang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami tekanan dan tertahan di level Rp14.700-Rp14.800 per dolar AS.

"Transaksi berjalan selalu di defisit. Neraca jasa, transportasi, neraca pendapatan, dan bayar dividen di situ defisit besar. Ini yang jadi masalah nilai tukar secara fundamental lemah," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo di hadapan para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) di Jakarta, Jumat (14/9/2018).

Menurutnya, faktor ini pula yang menyebabkan nilai tukar rupiah lebih dalam dibandingkan mata uang negara lain, seperti Thailand dan Singapura.

"Indonesia dan Filipina melemah, kenapa Thailand dan Singapura (tidak) lebih rendah dari Indonesia? Masuk yang sifatnya struktural, yakni di kondisi transaksi berjalan kita," ungkapnya. 

Dia mengemukakan, untuk menahan laju pelemahan rupiah, salah satu caranya dengan meningkatkan aliran modal asing masuk ke dalam dan menahannya agar tak ke luar Indonesia.

Namun, diakuinya, mengundang masuk dana asing ke Indonesia bukan perkara mudah dalam kondisi ekonomi global yang masih bergejolak akibat ketegangan perang dagang AS-Tiongkok, krisis Turki, dan rencana kenaikan suku bunga AS. Hal ini membuat beberapa negara berlomba-lomba menarik aliran dana asing masuk ke negaranya.

"Ada diferensial dolar AS dan rupiah yield bonds 5%, dan mengalami selisih depresiasi 8%. (Bagi) Investor, return yang menarik akan menempatkan dananya di Indonesia. Interest Rate Differential (perbedaan suku bunga dengan negara lain) sampai hari ini depresiasi 7,5-8%. Ini gambaran rupiah masih belum stabil dalam dua minggu terakhir. Pelemahan cukup besar," jelasnya.

Oleh sebab itu, agar pasar keuangan Indonesia menarik di mata investor asing, BI harus menaikkan suku bunga acuannya 125 bps, meski konsekuensinya dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi.

Dengan yield obligasi negara yang menarik, diharapkan dana asing dapat mengalir deras ke Indonesia dan mampu menjaga pasokan valas dalam negeri.

"Hampir semua negara berlomba-lomba untuk mendapatkan aliran modal. Ini poin BI untuk naikkan suku bunga," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: