Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tambang Bawah Tanah Freeport Sedot Investasi Rp103,6 Triliun

Tambang Bawah Tanah Freeport Sedot Investasi Rp103,6 Triliun Kredit Foto: Yosi Winosa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Untuk menggarap proyek tambang bawah tanah, PT Freeport Indonesia menganggarkan investasi US$7 miliar untuk periode 2014-2021. Jika dikonversi dengan kurs rupiah Rp14.800, maka dana investasi tersebut mencapai Rp103,6 triliun.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Bambang Susigit mengatakan, investasi itu di luar proyek Smelter. Adapun skenario investasi sebagai gambaran dari perencanaan Freeport yang disampaikan kepada pemerintah 2014-2021 membutuhkan US$7 miliar, terutama untuk pengembangan tambang dalam (bawah tanah), di luar kewajiban pembangunan Smelter.

"Setelah periode 2021, PT Freeport membutuhkan dana investasi US$10 miliar atau sekitar Rp148 triliun dengan asumsi kurs Rp14.800. Untuk itu, saya harap kegiatan investasi itu memaksimalkan sumber daya lokal, baik menyangkut sumber daya manusia maupun alat produksi buatan dalam negeri," kata dia di sela diskusi terbatas bertajuk Skenario Bisnis Pasca-Akuisisi Freeport di Jakarta, Senin (17/9/2018).

Ditambahkan, dari sisi produksi, peralihan tambang terbuka di Grasberg menuju pertambangan dalam (bawah tanah) membuat produksi PT Freeport Indonesia menurun. Rata-rata produksi Freeport dalam rentang 2014-2018 sebesar 240.000 ton bijih per hari. Sekarang, berkisar 180.000 ton bijih per hari.

Tahun depan, Freeport fokus menggarap proyek pertambangan bawah tanah dengan sistem Block Caving. Selain tambang terbuka, Freeport memiliki lima tambang bawah tanah dengan cadangan yang sangat besar.

Sebagian blok tambang terbuka itu sudah beroperasi dan menghasilkan bijih yang akan diolah menjadi konsentrat, yakni Deep Ore Zone, Deep Mill Level Zone, Big Gossan, dan Grasberg Block Cave.

Sementara itu, Blok Kucing Liar diperkirakan baru beroperasi pada 2025. Tambang bawah tanah akan menjadi fokus Freeport, sementara produksinya untuk bijih cenderung turun. Secara keseluruhan, Freeport menargetkan memproduksi 2.005 miliar ton hingga 2041. 

"Secara perizinan, produksi Freeport sekitar 300.000 ton bijih, tapi tahun ini Freeport hanya memproduksi 240.000 ton bijih. Produksi dari open pit berkisar 76.000-80.000 ton, sementara sisanya dari tambang dalam. Tidak semua bisa dibilang flat, kalau kadarnya relatif tinggi, bijinya sedikit, kalau kadarnya sedikit, bijinya banyak.Yang pasti, 2019 sudah tambang dalam semua," tambah dia. 

Sementara Chairman Indonesia Mining Institute, Irwandy Arif menyatakan, Freeport perlu berhati-hati terkait masalah teknis dan meminta Freeport lebih fleksibel dengan rencana itu. Dia memberikan contoh fleksibilitas perencanaan di Rio Tinto, dan bahkan Freeport Amerika Serikat selaku induk PT Freeport Indonesia.

"Kehati-hatian aspek teknis sangat mempengaruhi proses produksi. Dalam perencanaan yang dibuat Rio Tinto dan Freeport di Amerika, mereka  berubah 9 kali, ini yang menjadi pertanyaan terkait dengan rencana produksi 2.005 miliar ton pada 2041 tersebut," kata dia.

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: