Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengurai Kompleksitas Transaksi Freeport

Mengurai Kompleksitas Transaksi Freeport Kredit Foto: Freeport Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketika head of agreement (HoA) ditandatangani antara Inalum dan Freeport McMoran Inc (FCX) di Kementerian Keuangan di Jakarta, 12 Juli 2018, respons yang mengacungi jempol dan yang mengkritisi pun bertaburan di media daring dan cetak. Salah satu yang mencuat, kenapa Inalum mesti membeli participating interest, bukan saham PT Freeport Indonesia (PT FI)?

"Melalui head of agreement ini, tambang Grasberg yang dikelola Freeport bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi setelah lima puluh tahun berada di tangan Freeport," ujar Presiden Direktur PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin, dengan diplomatis.

Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Mandiri ini cenderung menghindar memberi penjelasan gamblang usai penandatanganan HoA tersebut. Ia lebih memilih forum yang lebih terbatas untuk menjelaskan secara gamblang langkah-langkah program divestasi 51% saham Freeport. Perihal divestasi saham Freeport, ini merupakan butir keempat dari empat kesepakatan yang ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dan Freeport McMoran di Jakarta, 29 Agustus 2017. Ada tiga tahap yang mesti dilalui Inalum sampai menguasai 51% saham Freeport. Berikut paparannya:

TAHAP I. Inalum membeli hak participating interest PT Rio Tinto Indonesia (RTI) atas 40% produksi PT Freeport Indonesia yang berlaku sampai 2022. Kenapa membeli participating interest bukan saham Freeport? Pasalnya, kalau dihitung secara manfaat ekonomi (economic interest), Rio Tinto berhak atas 40% produksi Freeport.

Sisa produksi yang 60% dibagi antara Inalum yang menguasai 9,36% dan Freeport 90,64%. Participating agreement ini ada pada saat Freport McMoran–induk semang PT FI—menemukan cadangan emas baru lokasi Grasberg, Papua pada 1988. Karena kekurangan modal untuk menggarap tambang tersebut, Freeport mengijon ke Rio Tinto Plc (RIO)—induk semang PT RTI—melalui skema kerja sama participating agreement yang terbilang kompleks pada 1996.

Perjanjian ini berisi bagi hasil merujuk metal strip agreement di mana produksi yang dibagi jadi 40% berbanding 60% apabila di atas level tertentu yang berlaku sampai 2022. Setelah itu, hak participating interest ini akan dikonversi jadi saham satu banding satu, 40% untuk Rio Tinto dan 60% Freeport.

Adanya perjanjian dengan Freeport-Rio Tinto ini yang mau tak mau mesti dibereskan terlebih dahulu. Inalum mesti mengambil alih hak participating interest Rio Tinto. Kebetulan Rio Tinto juga ingin melepas hak tersebut. Setelah negosiasi yang berjalan alot, disepakati harga sebesar US$3,8 miliar untuk membeli 100% saham PT RTI. Setelah HoA diteken, Inalum akan membuat sales and purchase agreement (SPA) pembelian saham PT RTI. Transaksi ini dieksekusi secara tunai (cash).

TAHAP II. Inalum meminta Freeport untuk menandatangani share swap agreement, yakni menukar 40% hak participating interest PT Rio Tinto Indonesia yang sudah dibeli Inalum menjadi saham satu banding satu. Semestinya, share swap ini baru bisa terjadi pasca-2022, tapi Inalum menginginkan hal ini terjadi sekarang ini. Itu artinya, 40% hak participating interest dikonversi menjadi 40% saham di Freeport atau satu banding satu. Untuk maksud itu, Freeport akan menerbitkan saham baru (right issue) guna menyerap 40% hak participating tadi.

Dengan langkah Freeport melakukan right issue maka akan mendilusi kepemilikan saham Inalum dari semula 9,36% susut menjadi 5,62%. Apabila perjanjian ini terealisasi maka kepemilikan saham Inalum di Freeport—pasca right issue—menjadi 45,62%. Untuk menjadi majority share holder sebesar 51% masih membutuhkan tambahan saham setidaknya 5,38% lagi.

Dari mana? Dulu, PT Indocopper Investama pernah memiliki 9,36% di Freeport. Pasca Freeport melakukan right issue saham Indocopper—yang kini sudah dibeli Freeport—pun ikut terdilusi jadi 5,62%.

TAHAP III. Inalum menyiapkan sales and purchase agreement (SPA) dengan Freeport McMoran untuk pembelian 5,62% saham Indocopper Investama yang dimiliki Freeport. Transaksi ini dilakukan secara tunai. Dengan adanya tambahan saham Indocopper tersebut, di atas kertas Inalum sudah memiliki setidaknya 51% saham yang murni secara economic interest di PT Freeport Indonesia.

Untuk itulah, Inalum menargetkan agar tiga transaksi tersebut bisa berlangsung sebelum akhir Desember 2018. Pasca itu, Inalum yang merupakan representasi Pemerintah Indonesia akan sah menjadi pemegang saham pengendali atau mayoritas di PT FI.

Dari kepemilikan saham 51% tadi, Inalum akan berbagi saham dengan pemerintah daerah (pemda) di Papua sebesar 10%. Realisasi tiga transaksi inilah yang sekarang sedang menjadi pekerjaan rumah pihak Inalum. Apabila realisasi ketiga transaksi tersebut terjadi, inilah momentum paling bersejarah ketika tambang Grasberg yang telah 50 tahun dikelola Freeport kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi seperti dikemukan Budi Gunadi Sadikin.

Inilah yang dimaui Presiden Joko Widodo bahwa 51% saham Freeport harus kembali ke Indonesia. Isapan jempolkah semua ini atau hanya jualan politik Jokowi di tahun politik ini? Mari menanti momentum bersejarah tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: