Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Demi Rupiah, BI Diperkirakan Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan

Demi Rupiah, BI Diperkirakan Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Head of Economic Research Danareksa Research Institute, Damhuri Nasution, menilai Bank Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga acuannya BI-7Day Repo Rate yang saat ini berada di level 5,5%. Pada tahun ini BI-7Day Repo Rate berpotensi naik menjadi 5,75 - 6%, dan 5,5 - 6% pada tahun depan.

“Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan di bawah nilai fundamentalnya karena faktor eksternal, tapi tekanan tersebut akan mulai mereda pada tahun 2019 dan 2020,” tegas Damhuri di Jakarta, Rabu (19/09/2018).

Menurutnya, nilai tukar rupiah saat ini masih mungkin bergejolak akibat normalisasi kebijakan moneter dan ekspansi fiskal Amerika Serikat (AS), kekhawatiran atas perang dagang AS-China, dan kenaikan harga minyak dunia karena geopolitik, yang dapat memperlebar Current Account Deficit (CAD).

Selain itu, kebijakan moneter global masih cenderung ketat pada tahun depan dan mulai longgar pada tahun 2020, karena diperkirakan tekanan inflasi mereda dan pertumbuhan ekonomi mengalami moderasi. Dengan kenaikan suku bunga acuan AS, Fed Funds Rate (FFR) dua kali tahun 2019 yang berarti tidak seagresif tahun 2018, maka volatilitas pasar keuangan akan sedikit mereda.

"Upaya yang sudah dilakukan BI tepat dalam meredam depresiasi rupiah, di antaranya menaikkan BI 7-Day (sudah 125 basis poin) yang diikuti kenaikan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN), sehingga investasi di SUN mulai menarik kembali," paparnya.

Selain itu, BI juga melakukan intervensi ganda demi menjaga volatilitas rupiah dan likuiditas dan sekaligus stabilisasi pasar SUN.

"Sehingga Danareksa perkirakan tekanan terhadap Rupiah dapat mereda, untuk akhir tahun 2018. Rupiah per US Dollar di kisaran Rp14.400 dan di tahun 2019 sekitar Rp14.300," ucap Damhuri.

Hanya saja, katanya, tekanan yang perlu diantisipasi ialah risiko eksternal perang dagang AS-China, perang mata uang, geopolitik yang kian memanas, ekspansi fiskal AS yang pro-siklikal, serta normalisasi kebijakan moneter bank sentral global.

“Untuk domestik, kepemilikan asing yang masih tinggi pada obligasi Pemerintah tetap menjadi resiko. Kemarau panjang juga berpotensi menyebabkan kenaikan tekanan inflasi pangan. Terakhir Pilpres dan Pileg yang sejuk dan damai tentu menjadi harapan pelaku pasar, baik domestik maupun asing," tandas dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: