Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cara Tetap Untung di Tengah Naik Turun Harga Saham Komoditas

Cara Tetap Untung di Tengah Naik Turun Harga Saham Komoditas Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah saham berbasis komoditas, seperti perkebunan dan produsen sawit, dalam kurun waktu satu bulan terakhir melejit. Tak heran, pundi-pundi kantong pengoleksi saham komoditas kian gemuk.

Head of Research Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi menjelaskan, saham-saham produsen minyak kelapa sawit pada bulan lalu bergerak naik, di mana pergerakan satu bulan pada Agustus mayoritas naik signifikan, di antarnya AALI (+24,1%), LSIP (+38,8%), TBLA (+30,90%), SIMP (+5,6%), dan SSMS (+5,3%).

"Ini terjadi karena imbas optimisme awal rencana dari kebijakan pemerintah mengenai kebijakan pencampuran 20% minyak sawit ke BBM jenis solar subsidi dan nonsubsidi.  Di mana pemerintah melakukan penghematan devisa dalam impor minyak dengan target U$2,3 miliar hingga akhir tahun," ujarnya dalam siaran pers yang diterima redaksi Warta Ekonomi, Jumat (21/9/2018).

Sehingga investor, lanjut Lanjar, berspekulasi kebijakan ini akan menambah permintaan dan konsumsi kelapa sawit dalam negeri, sehingga berpengaruh pada kenaikan harga CPO di dalam negeri yang menguntungkan para produsen CPO.

"Setelah diberlakukan kebijakan B20, ternyata ada berbagai kendala dalam sistem pengangkutan kapal dan distribusi hingga pro dan kontra terhadap mesin mobil solar yang diklaim dengan adanya 20% campuran CPO akan memperpendek umur filter bahan bakar. Ini yang mendasari alasan investor melakukan aksi profit taking pada bulan ini setelah pada Agustus menguat signifikan," ucap dia. 

Secara historis, dijelaskan Lanjar, trend bearish dengan kondisi terkoreksi masih membayangi saham-saham produsen CPO dalam negeri. Terlepas dari sentimen dalam negeri mengenai kebijakan pemerintah, harga CPO dunia saat ini bergerak bearish hingga level terendah di 2018, di mana pada bursa berjangka Kuala Lumpur tercatat 2.176 ringgit per ton pada 19 September 2018 dengan return year to date -13%. 

"Saya prediksi, akibat sentimen ketegangan perdagangan Tiongkok dan produksi minyak kelapa sawit yang lebih banyak dari perkiraan, berpotensi oversupply, sehingga akan mengalami permintaan ekspor minyak kelapa sawit yang berlebihan," jelas Lanjar.

Ke depan, pergerakan harga saham komoditas akan sangat dipengaruhi oleh implementasi kebijakan B20 dalam fase distribusi jika terdapat perbaikan. Selagi menunggu implementasi kebijakan B20 sempurna, pergerakan kinerja saham komoditas CPO ini akan kembali berkiblat pada polemik produksi CPO, aktivitas permintaan impor dan ekspor, hingga pengaruh terhadap harganya sendiri.

Untuk itu, ia mewanti-wanti agar investor lebih berhati-hati menentukan keputusan investasi jangka menengah dan panjang karena kondisi pasar masih berpeluang bearish menanti tahun Pemilu 2019 terlepas dari sentimen global. Lanjar menyarankan untuk melakukan trading jangka pendek dengan meng-update informasi, disiplin membatasi risiko, dan memperhatikan pergerakan harga saham.

"Investor jangka pendek akan selalu ada peluang saat market mengalami sell off besar-besaran dengan teknikal rebound. Untuk investor jangka menengah hingga panjang cukup riskan untuk buy on hold jangka panjang saat kondisi pasar sedangan mengalami trend bearish," jelasnya.

Dari analisis riset Reliance Sekuritas, situasi politik jelang Pemilu 2019, tidak begitu terpengaruh signifikan terhadap saham berbasis komoditas. Hanya saja pengaruh dari tingkat kepercayaan investor pada instrumen saham yang akan bergejolak menghadapi tahun Pemilu 2019.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: