Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CIPS: Target Produksi Jagung 30 Juta Ton Tak Realistis

CIPS: Target Produksi Jagung 30 Juta Ton Tak Realistis Kredit Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Target produksi jagung nasional sebesar 30 juta ton dinilai tidak realistis. Pasalnya pemerintah menghitung proyeksi ini hanya didasarkan pada potensi benih jagung yang dikalikan luas lahan. Sementara variabel lain tidak diikutsertakan, seperti produksi panen yang tercecer saat proses distribusi atau pengangkutan dan yang tidak memenuhi standar (busuk).

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, angka 30 juta ton akan sulit dicapai karena mesin pengering jarang ditemui di desa-desa penghasil jagung. Padahal dengan mesin, petani tidak perlu mengeringkan jagung di bawah terik matahari. Mesin pengering juga sangat membantu petani saat musim hujan.

"Mesin pengering akan membantu mengurangi kadar air pada jagung karena kadar air memengaruhi harga jagung itu sendiri. Semakin kecil kadar airnya, maka semakin tinggi harganya sekaligus memperpanjang daya tahan jagung saat disimpan," ujar dia dalam rilis yang diterima redaksi Warta Ekonomi, Selasa (25/9/2018).

Menurut Imelda, ada beberapa variabel untuk menghitung target produksi, antara lain jagung yang busuk, jagung yang tercecer saat distribusi, dan variabel eksternal, seperti cuaca, sistem irigasi, dan serangan hama.

Dia menyoroti dampak dari kurangnya suplai jagung yang tercermin dari tingginya harga jagung, akan membuat para pengusaha pakan ternak beralih dari jagung sebagai komponen utama pakan ternak.

"Mereka akan beralih menggunakan bahan baku lain, seperti gandum. Ini akan berakibat buruk pada petani jagung karena hasil produksi mereka tidak diserap pasar. Perubahan minat pasar seperti ini harus diantisipasi dengan suplai jagung yang memadai," jelas Imelda.

Dia menambahkan, lebih dari 45% pakan ayam berasal dari jagung, sehingga kelangkaan jagung pasti akan memengaruhi produksi pakan nasional. Belum lagi jumlah produksi jagung harus berebut dengan permintaan konsumen yang ditujukan untuk non-pakan ternak.

"Apabila jagung tetap menjadi bahan pokok pakan, perlu peningkatan pasokan atau persediaan jagung. Selama ini petani menanam jagung bergantian dengan jenis komoditas pertanian lain setiap musim, sehingga produksi jagung tidak stabil di sepanjang tahun," imbuhnya.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), jumlah produksi jagung nasional mengalami peningkatan pada 2013-2017. Pada 2013 jumlah produksi jagung nasional adalah 18,5 juta ton dan meningkat menjadi 19 juta ton dan 19,6 juta ton pada 2014 dan 2015. Pada 2016 dan 2017, jumlahnya menjadi 19,7 juta ton dan 20 juta ton.

Di saat yang bersamaan, jumlah konsumsi jagung nasional juga naik. Pada 2013-2015, konsumsi jagung nasional berjumlah 21,6 juta ton, 22,5 juta ton, dan 23,3 juta ton. Ada sedikit penurunan pada 2016 menjadi 22,1 juta ton. Jumlah ini kembali naik menjadi 23,3 juta ton pada 2017.

Jumlah jagung yang diimpor Indonesia terus mengalami penurunan. Indonesia mengimpor 3,19 juta ton jagung pada 2013 dan 3,18 juta ton pada 2014. Sementara pada 2015, 2016, dan 2017 jumlah impornya sebesar 3,5 juta ton, 1,3 juta ton, dan 500 ribu ton. Penurunan jumlah impor yang dimaksudkan untuk melindungi petani jagung nasional justru tidak efektif untuk menjaga kestabilan harga.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: