Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tantangan Ini yang Bakal Dihadapi Indonesia Tahun Depan, Apa Saja?

Tantangan Ini yang Bakal Dihadapi Indonesia Tahun Depan, Apa Saja? Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat ekonomi politik Ichsanudin Noorsy menilai Indonesia menghadapi sembilan tantangan baik domestik maupun internasional dari pendekatan Rancangan APBN 2019.

"Saya mencatat ada empat tantangan dalam negeri dan lima tantangan internasional yang dihadapi Indonesia," kata Ichsanuddin Noorsy pada diskusi "RAPBN 2019 dan Tantangan Pembangunan Nasional" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Ichsanuddin, empat tantangan dalam negeri meliputi, pertama, adanya pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Pada hari ini nilai tukar Rupiah ada pada titik Rp14.910. Pada RAPBN 2019, asumsi rupiah diusulkan Rp14.400," katanya.

Ichsanuddin memprediksi nilai tukar rupiah dapat melemah lagi sampai melampaui Rp15.000 jika Bank Sentral Amerika menaikkan lagi suku bunganya.

"Kita tunggu saja dalam beberapa hari ke depan, apakah Bank Sentral Amerika menaikkan lagi atau tidak suku bunganya," katanya.

Menurut dia, kalau Bank Sentral Asia menaikkan lagi suku bunganya, maka rupiah akan melemah lagi. "Ini menunjukkan bagaimana Pemerintah menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah," katanya.

Kedua, pada saat nilai tukar rupiah melemah, Pemerintah seharusnya menggenjot ekspor untuk menguatkan nilai tukar rupiah. "Ternyata tidak dilakukan. Neraca pembayaran Indonesia tetap negatif. Defisit transaksi berjalan tetap pada kisaran tiga persen," katanya.

Ketiga, Pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan terjadinya gejolak harga. Menurut Ichsanuddin, harga minyak dunia saat ini sekitar 80 USD per barel, harga tertinggi sejak 2008, sedangkan asumsi APBN untuk harga minyak dunia hanya 70 USD per barel.

"Itu artinya ada defisit 10 USD per barel dari asumi APBN," katanya.

Menurut dia, kenaikan harga minyak dunia, berdampak mengerek naik harga komoditas lainnya seperti batu bara, gas, sawit, dan sebagainya. "Kenaikan harga-harga tersebut berdampak terjadinya inflasi," katanya.

Keempat, karena adanya inflasi maka perbaikan gini ratio yang sebelumnya dipublikasi dari 0,408 menjadi 0,389, pada hakekatnya tidak bisa mencapai apa-apa. "Terbukti dalam Nota Keuangan pada RAPBN 2019, gini ratio tetap dinyatakan 0,389," katanya.

Ichsanuddin menegaskan dari empat tantangan Indonesia di dalam negeri menunjukkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih rapuh.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: