Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenaikan Harga Batas Bawah dan Atas Telur dan Ayam Berikan Kepastian Usaha

Kenaikan Harga Batas Bawah dan Atas Telur dan Ayam Berikan Kepastian Usaha Kredit Foto: Antara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Rencana kenaikan harga batas bawah dan batas atas untuk telur dan ayam dapat memberikan kepastian usaha. Penerapan rencana ini juga diharapkan mampu menstabilkan harga telur dan ayam di tingkat petani atau produsen.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Imelda Freddy, mengatakan, 70% komponan harga telur dan ayam dipengaruhi oleh harga pakan ternak berbahan dasar jagung.

"Jagung tergolong komoditas yang inelastis yang artinya adanya perubahan harga jagung tidak akan terlalu memengaruhi jumlah permintaan jagung secara signifikan di tingkat pasar pakan ternak. Dampak dari hal in akan lebih dirasakan pada biaya produksi. Besaran biaya produksi pada akhirnya memengaruhi harga pakan itu sendiri. Ketika harga pakan naik otomatis harga telur dan ayam pun naik," jelas Imelda sesuai keterangan resminya di Jakarta, Senin (01/20/2018)

Pemerintah ingin merevisi lagi peraturan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk produk telur dan ayam. Sebelumnya hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 58 tahun 2018. Revisi peraturan ini menunjukan bahwa peraturan yang sebelumnya belum efektif untuk menekan laju penuruan harga ayam dan telur di tingkat petani/produsen.

“Pemerintah perlu memastikan ketersediaan jagung yang berkualitas dan harganya terjangkau di pasaran. Dengan stabilnya pasokan, harga telur dan ayam akan stabil. Adanya kenaikan batas bawah dan atas juga akan membantu menstabilkan harga dan mencegah kerugian yang lebih besar,” jelas Imelda.

Imelda kembali menjelaskan, jatuhnya harga kedua komoditas ini membuat para produsen atau peternak ayam dan jagung terpuruk. Selain cost production tinggi, mereka pun ditekan dengan harga ayam atau telur yang terus jatuh di pasar.

"Sekalipun pemerintah sudah menetapkan HET pada bulan Mei agar harga acuan terendah di peternak berkisar Rp17.000 - Rp18.000, fakta di lapangan menunjukan bahwa harga ditingkat petani harnya mencapai Rp16.000. Artinya kebijakan HET yang disahkan pada bulan Mei lalu ini kurang efektif untuk menjaga kestabilan harga dan melindungi produsen ayam dan telur,” lanjutnya.

Imelda menguraikan, situasi ini juga menjelaskan aktivitas peternak/produsen ayam dan telur yang berminat menyimpan sebagian suplai daging ayamnya di cold storage.

"Aksi ini dilakukan bukan untuk tujuan menimbun, namun lebih untuk mengatasi surplus ayam dan telur yang sudah mulai terjadi dari awal tahun. Dengan disimpannya komoditas ini, para pengusaha bertujuan untuk menekan kerugian yang diakibatkan oleh menurunnya harga telur dan ayam di pasaran," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: