Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Begini Jurus BI Jaga Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah

Begini Jurus BI Jaga Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus mengalami tekanan yang berasal dari faktor domestik maupun luar negeri. Berdasarkan data Bloomberg, hari ini, Jumat (5/10/2018), nilai tukar rupiah dibuka pada level Rp15.190 per dolar AS, melemah dibandingkan penutupan kemarin yang berada di level Rp15.179 per dolar AS.

Sementara data Jisdor Bank Indonesia (BI) kemarin menyebutkan, nilai tukar rupiah berada di angka Rp15.133 per dolar AS, jauh merosot dibandingkan posisi Rabu (3/10/2018) yang berada di posisi Rp15.088 per dolar AS.

Guna merespons nilai tukar rupiah yang semakin melemah, sejumlah upaya dilakukan BI. Lalu, apa saja jurus BI untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah?

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, langkah pertama yang dilakukan ialah menjaga supply dan demand (pasokan valas) bergerak secara stabil di pasar keuangan (valuta asing/valas).

"Kami terus berada di pasar tidak hanya memantau, tapi juga melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar yang diperlukan sesuai dengan mekanisme pasar," ujar Perry di Jakarta, Jumat (5/10/2018).

Untuk menjaga pasokan valas, BI terus berkomunikasi dengan para pelaku perbankan dan sektor rill, termasuk komunikasi dengan para eksportir maupun importir di kalangan pengusaha agar tidak segan-segan untuk menjual dolar AS.

"Sejauh ini, supply demand itu berjalan dengan baik dan mekanisme pasar berjalan baik. Tidak segan-segan apresiasi kepada para pengusaha yang sama-sama mensuplai valasnya, kemudian juga perbankan yang terus menjaga mekanisme pasar," jelasnya.

Kemudian, lanjut Perry, BI akan mempercepat persiapan-persiapan teknis pemberlakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Dia mengatakan, memang DNDF secara ketentuan sudah berlaku, tapi dari sisi teknis operasional perlu ada persiapan.

"Misalnya di perbankan, dari sisi dealing room-nya, dari sisi konversi transaksinya, dari manajemen risikonya, dari treasury-nya, dari IT-nya, itu yang terus dilakukan. Insya Allah dalam dua minggu ini bisa dilakukan," ucap Perry.

Lalu, langkah berikutnya, BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk pengendalian defisit transaksi berjalan.

"Koordinasi dengan Menko Perekonomian, Menkeu, Ketua OJK terus diperkuat untuk langkah-langkah lanjutan untuk penurunan Cureent Account Deficit (CAD)," jelas Perry.

Selain itu, BI terus melakukan bauran kebijakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, di antaranya menaikkan suku bunga kebijakan moneter BI 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 150 bps menjadi 5,75% selama 2018, melakukan intervensi ganda di pasar valas, dan pembelian SBN dari pasar sekunder, penyediaan swap valas dan swap hedging dengan biaya yang relatif murah, serta akselerasi pendalaman pasar keuangan seperti Indonia sebagai referensi suku bunga pasar uang.

Perry menyampaikan, apa yang terjadi dengan nilai tukar rupiah dan kondisi di Indonesia saat ini harus dilihat secara relatif. Dalam hal ini, apabila bicara nilai tukar, bukan dilihat pada levelnya, tapi perlu dilihat tingkat depresiasinya dibanding dengan negara lain.

Per 2 Oktober 2018, secara year to date depresiasi rupiah sebesar 9,82%, lebih rendah dibandingkan beberapa negara peers, termasuk India (12,40%), Afrika Selatan (13,83%), Brasil (17,59%), dan Turki (37,26%).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: