Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BMKG Usul Ibukota Sulteng Dipindah

BMKG Usul Ibukota Sulteng Dipindah Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dr Muzli mengusulkan agar ibu kota Sulawesi Tengah dipindah dari Palu mengingat daerah tersebut rawan gempa.

"Kalau melihat Palu, wilayahnya sangat riskan. Kalau bisa dipindah, karena disamping garis patahan, juga endapan sedimen atau batuan lunak yang tebal," ujar Muzli di Jakarta, Selasa (10/10/2018).

Muzli menjelaskan Palu berada di garis sesar Palu Koro, yang merupakan patahan aktif yang memanjang sekitar 500 kilometer mulai dari Selat Makassar sampai Pantai Utara Teluk Bone. Selain itu, wilayah Palu yang merupakan area batuan lunak juga bisa dilihat secara kasat mata melalui Google Map, bisa diketahui tebalnya endapan sedimen.

"Warnanya putih kalau dilihat dari Google Map, itu juga menunjukkan topografinya rendah".

Bahayanya, jika endapan sedimen tebal maka akan mengakibatkan terjadinya likuifaksi atau pencairan tanah.

"Likuifaksi terjadi karena Palu merupakan daerah batuan lunak atau sedimen. Jadi ketika gempa terjadi, menyebabkan permukaan tanah retak dan menyebabkan air permukaan bercampur dengan endapan sedimen, yang kemudian menjadi lumpur".

Kebetulan sedimen mudah sekali bercampur dengan air, dan tanah di bagian bawah yang keras menjadi landasan tergelincirnya sedimen yang bercampur air. Ditambah lagi gaya gravitasi maka menyebabkan tanah seakan bergerak.

Menurut Muzli, di Lombok juga terjadi likuifaksi namun tidak terjadi dalam skala besar seperti di Palu. Hal tersebut terjadi karena endapan sedimen tidak setebal di Palu. Jika terjadi gempa di daerah yang memiliki endapan sedimen tebal, maka tinggi gelombang atau amplitudo gempa mengalami pembesaran dan kompensasinya kecepatan gelombang gempa menjadi rendah. Sementara di daerah tanah keras, jika terjadi gempa maka menyebabkan amplitudo gempa kecil dan kecepatan gempa menjadi besar.

Menurut dia, endapat sedimen yang tebal di Palu tersebut pula yang menyebabkan banyaknya bangunan yang rusak pascagempa berkekuatan 7,7 SR yang terjadi pada Jumat (28/9) lalu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: