Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Development Committee IMF-WB Hasilkan 10 Poin Penting

Development Committee IMF-WB Hasilkan 10 Poin Penting Kredit Foto: Antara/Afriadi Hikmal
Warta Ekonomi, Nusa Dua -

Perkumpulan menteri dan pejabat sektor keuangan seluruh dunia, Development Committee (DC) telah melakukan pertemuan di Nusa Dua Bali pada Sabtu (13/10/2018).

Pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, merumuskan 12 poin pernyataan bersama yang mewakili 189 negara anggota. Seluruh poin bakal dijadikan pijakan bagi menteri-menteri ekonomi dunia dalam menyusun kebijakan ke depan.

Disampaikan melalui pernyataan resminya, Development Committee menempatkan penjelasan mengenai perekonomian global di poin pertama. Secara lengkap poin pertama menyebutkan bahwa kondisi ekonomi global masih kuat, namun tidak merata untuk negara-negara berkembang. Sementara itu, industri manufaktur dan perdagangan tumbuh moderat.

Tidak meratanya perekonomiam karena adanya sejumlah risiko seperti ketidakpastian kebijakan ekonomi, perkembangan geopolitik yang dinamis, dan tren pengetatan keuangan global. Termasuk meningkatkan risiko utang oleh negara-negara berkembang.

Di poin pertama ini, Development Committee mendesak seluruh negara anggota bersama IMF dan World Bank untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan mengurangi risiko. Negara-negara anggota juga diminta mendorong daya saing, sejalan dengan penguatan fiskal.

Poin kedua, Development Committee menyinggung soal risiko utang oleh emerging market dan negara-negara dengan pendapatan rendah. Seiring dengan perekonomian global yang tak pasti, proyeksi utang oleh negara berkembang terus memburuk.

Development Committee mengingatkan negara-negara anggota untuk menjaga kebijakan yang kuat, fiskal yang mantap, plus bantalan untuk risiko eksternal.

"Kami minta Bank Dunia dan IMF, berdasarkan mandat yang dimiliki, untuk membantu anggota menguatkan posisi fiskal. Melalui manajemen utang, peningkitan sumber daya domestik, dan pendalaman pasar modal," tulis laporan resmi Development Committee IMF-World Bank di Nusa Dua Bali, Sabtu (13/10/2018).

Poin ketiga, DC menyebut bahwa pertemuan mereka kali ini fokus pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) atau mulai disebut sebagai Modal Manusia. Penguatan SDM ini disebut akan berimplikasi pada pengembangan teknologi, perluasan lapangan kerja, dan berujung pada pengembangan ekonomi secara umum.

Poin keempat, Development Committee membahas tentang perubahan perilaku bekerja. Hal ini berkaitan dengan penyiapan SDM seperti yang disampaikan di poin ketiga di atas. DC memandang bahwa pengembangan SDM merupakan investasi jangka panjang bagi negara. DC meminta IMF dan World Bank untuk secara aktif membantu negara anggota untuk ikut mengembangkan SDM, termasuk melalui bantuan pembiayaan.

Poin kelima adalah pembahasan tentang Indeks Modal Manusia (Human Capital Index). World Bank untuk pertama kalinya merilis Indeks Modal Manusia tahun ini. Singapura menempati posisi teratas dari 157 negara dengan skor 0,88, disusul Korea Selatan (0,84), Jepang (0,84), Hong Kong (0,82), dan Finlandia (0,81).

Indonesia menempati rangking ke-87 dengan skor 0,53. Ini berarti produktivitas satu anak yang lahir di negara ini bisa mencapai 53 persen jika dibekali pendidikan dan kesehatan yang baik. DC berharap rilis tentang Indeks Modal Manusia ini mampu mendorong negara anggota untuk memperbaiki upayanya dalam menumbuhkan kualitas SDM.

Poin keenam, DC menyinggung soal perkembangan teknologi dan fungsinya untuk memerangi kemiskinan, serta pemerataan kemakmuran. Namun secara bersamaan, teknologi pula yang menyumbang adanya ketimpangan pembangunan antarnegara. Development Committee mendorong IMF dan World Bank untuk membantu negara anggota dalam mengembangkan ekonomi berbasis digital.

Ketujuh, Development Committee mengangkat isu soal industri keuangan berbasis teknologi, alias fintech yang marak di Indonesia, dan tentunya dunia, dalam beberapa tahun belakangan.

DC melihat bahwa fintech memiliki kemampuan untuk mewujudkan keuangan inklusif, yakni dengan menyentuh masyarakat di pelosok yang belum tersentuh jasa perbankan. Di saat yang bersamaan, fintech juga menyumbang risiko atas stabilitas ekonomi dan memunculkan proteksi dari investor.

Poin kedelapan, isu yang diangkat tentang keterlibatan sektor swasta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Swasta adalah pihak yang paling berpeluang untuk menciptakan lapangan kerja. Development Committee mendorong IMF dan Bank Dunia untuk lebih banyak mendorong swasta untuk ikut membangun negara anggota.

Kesembilan, Development Committee mendorong negara anggota untuk bekerja lebih keras dalam mewujudkan SDG's (Sasaran Pembangunan Berkelanjutan). DC menyinggung perkara dukungan terhadap pengungsi, pembukaan ruang bagi swasta, dan penerbitan obligasi oleh negara IDA (International Development Association).

Poin kesepuluh adalah isu soal kerentanan masyarakat dunia yang terdampak penyakit, bencana alam, dan perubahan iklim. Development Committee menyoroti perihal sulitnya para masyarakat yang mengalami kesengsaraan akibat situasi khusus, untuk mengakses kebutuhan dasar seperti makanan, energi, dan air. DC mendorong WB dan IMF untuk lebih banyak melibatkan swasta dan pemerintah untuk menyusun inovasi pembiayaan baru untuk mengatasi masalah tersebut.

Selain menyusun poin-poin di atas, Development Committee juga menyampaikan terimakasih kepada Sri Mulyani yang telah merampungkan tanggung jawabnya sebagai Ketua Komite dalam dua tahun belakangan.

Selanjutnya, posisi ketua Development Committee dipegang oleh Ken Ofori-Atta, Menteri Keuangan Ghana dimana pertemuan Development Committee selanjutanya dijadwalkan pada 13 April 2019 di Washington, DC, Amerika Serikat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: