Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Neraca Dagang Surplus, Pengusaha: Jangan Lengah!

Neraca Dagang Surplus, Pengusaha: Jangan Lengah! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada September 2018 mengalami surplus sebesar US$0,23 miliar. Capaian  tersebut dinilai lebih baik jika dibandingkan dua bulan sebelumnya yang masing-masing mengalami defisit US$2,03 miliar (Juli) dan US$1,02 miliar (Agustus). Namun surplus tersebut dianggap sebagai pencapaian yang harus diwaspadai oleh para pengusaha. 

Jahja B Soenarjo, pengusaha yang juga menjabat sebagai Ketua CEO Business Forum (CBF) mengungkapkan, surplus 'tipis' neraca perdagangan September 2018 sebesar US$230 juta tidak bisa langsung dianggap sesuatu yang melegakan. Surplus ini belum menjadi indikator yang bagus karena dibandingkan bulan sebelumnya, ekspor maupun impor turun mengikuti pola biasanya yang memang menurun di bulan-bulan tersebut.

"Beruntung, penurunan impor akibat menguatnya nilai tukar dan sedikit lebih ketatnya peraturan, membuat rem impor lebih pakem sementara waktu. Sehingga penurunan 13% dibanding bulan sebelumnya terasa cukup signifikan dibanding ekspor yang turun 6,6%," kata dia, Selasa (16/10/2018) melalui pesan singkat. 

Ia menambahkan bahwa ekspor hasil tambang dan beberapa komoditas, khususnya ke China, juga terkendala akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi di Negeri Tirai Bambu tersebut.

"Apalagi suasana perang dagang dengan Amerika Serikat, Game of Thrones," tegasnya.

Menurut Jahja, hasil surplus hanya membantu sedikit terhadap defisit transaksi, dan hal itu dinilai masih jauh dari target. Untuk itu, Jahja mengimbau pemerintah dan kalangan pengusaha untuk terus berupaya menggenjot ekspor dari sektor bernilai tambah, tidak hanya komoditas dan raw material, namun pasar-pasar baru juga harus giat dicari dan dipenetrasi, misi dagang harus memiliki target yang terukur, para duta besar maupun jajarannya dilibatkan, dan berperan aktif sebagai marketer untuk Indonesia, baik semua produk maupun pariwisatanya. 

"Beberapa kedubes kita sudah menjadi contoh yang luar biasa, seperti Kedubes RI untuk Rusia, Tiongkok, Selandia Baru, Korea Selatan, dan banyak lagi," ujarnya. 

Jahja mengharapkan agar kopi dan teh, yang telah menjadi salah satu komoditas primadona, dapat diekspor dalam kondisi sudah terolah. Begitu pun dengan garam dan gula semut yang juga memiliki pasar yang cukup baik.

"Demikian pula untuk hasil laut yang pasarnya cukup besar dan penangkapan ikan secara liar sudah lebih terkendali. Sehingga, terbuka pula peluang investasi pengolahan hasil laut berorientasi ekspor di Indonesia. Masih banyak sektor berpotensi ekspor yang dapat digarap," ujarnya. 

Apalagi, lanjut Jahja, di Oktober ini, perhelatan IMF-Bank Dunia di Bali, berlanjut dengan perhelatan besar Trade Expo Indonesia 2018 di ICE BSD Tangerang, yang biasanya dihadiri oleh sejumlah ribuan pembeli luar negeri. Perhelatan ini harus dapat menjadi peluang untuk menggenjot ekspor di tengah nilai tukar rupiah yang kian melemah.

"Winter is coming atau summer still suffering, kita harus siap," tandasnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ning Rahayu
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: