Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cuma Naik 8%, Rumus Upah Buruh Tak Rasional

Cuma Naik 8%, Rumus Upah Buruh Tak Rasional Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mekanisme penentuan upah minimum dinilai merugikan pekerja karena penentuan upah minimum dilakukan berdasarkan asumsi makro pemerintah pusat yang tertuang dalam PP Nomor 78 Tahun 2015. Sementara para pekerja menuntut penentuan upah minimum dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan hidup layak.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, PP ini tidak mencerminkan situasi nyata di lapangan. Dalam perhitungan tersebut, pemerintah menggunakan besaran inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi (PDB), sehingga peningkatan upah pekerja sangat kecil, hanya 10% atau kurang dari angka tersebut.

"Kekurangan lain yang dianggap merugikan pekerja adalah penentuan upah minimum berdasarkan inflasi ini dihitung berdasarkan harga barang yang bersifat primer, sekunder, dan tersier yang tidak mencerminkan harga per item di lapangan. Sementara golongan untuk jenis barang ini sangat bervariasi bagi buruh di Indonesia," jelas Imelda, Kamis (18/10/2018).

Selain itu, lanjut Imelda, keputusan tingkat peningkatan upah ini bertentangan dengan UU ketenagakerjaan pasal 89 ayat (2) bahwa upah minimum diarahkan pada pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

"Kalau pemerintah memperhitungkan standar hidup layak, maka survei KHL akan lebih akurat untuk menentukan tingkat kenaikan upah pekerja ketimbang dengan inflasi," imbuhnya.

Lebih lanjut, Imelda memaparkan, besaran peningkatan upah yang hanya 8% ini sudah bisa diperkirakan karena sejak tahun lalu pemerintah sudah menentukan mekanisme penghitungan upah hanya dengan menggunakan nilai pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Keputusan ini terkesan sentralisasi dan tidak melihat kondisi lapangan. Pada kenyataanya kan biaya hidup di Papua dan DKI Jakarta beda jauh, jadi sebaiknya wewenang perhitungan upah ini diserahkan pada pemerintah daerah yang lebih mengetahui situasi lapangan. Atau setidaknya tingkat inflasi ini disesuaikan dengan tingkat inflasi di daerah masing-masing dan bukan inflasi nasional," ungkapnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: