Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kualitas Rendemen Gula Perlu Ditingkatkan

Kualitas Rendemen Gula Perlu Ditingkatkan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ada beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan produktivitas gula nasional. Salah satunya, dengan meningkatkan nilai rendemen dari petani tebu. Peningkatan ini penting untuk menambah daya saing gula hasil produksi mereka.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, hingga pertengahan 2018, tingkat ekstraksi tebu di Indonesia hanya 7,50%. Angka ini berada di bawah Filipina (9,20%) dan Thailand (10,70%). Jika ketiga negara tersebut memproduksi gula dalam jumlah yang sama, Indonesia perlu panen 22,67% lebih banyak dari Filipina dan 42,67% lebih banyak dari Thailand.

"Sebagai contoh, jika Indonesia, Filipina, dan Thailand masing-masing perlu memproduksi satu juta ton gula, maka Indonesia perlu panen sekitar 13,3 juta ton tebu, sementara Filipina hanya perlu panen 10,8 juta ton dan Thailand hanya membutuhkan 9,3 juta ton," terangnya dalam keterangan terrtulisnya, Sabtu (20/10/2018).

Peningkatan nilai rendemen dapat dilakukan, salah satunya melalui efisiensi pabrik gula. Untuk itu diperlukan upaya nyata untuk merevitalisasi pabrik gula yang ada di Indonesia. Pabrik gula di Indonesia umumnya berusia ratusan tahun karena sudah beroperasi sejak zaman pendudukan Belanda di Indonesia. Selain itu, petani butuh ketersediaan benih dan pupuk yang berkualitas baik.

Peningkatan nilai rendemen ini sangat diperlukan untuk menambah daya saing gula petani lokal. Walaupun harga serapan Bulog sudah ditetapkan di angka Rp9.700 per kilogram, rendahnya nilai rendemen ini diduga menjadi penyebab gula petani lokal sulit terserap. Jika Bulog tidak mau membelinya, dikhawatirkan ini juga lah yang menjadi pertimbangan industri komersial tidak membelinya. Walaupun demikian, Hizkia mengungkapkan kemungkinan lain.

"Kita perlu melihat masalah ini dari perspektif bisnis. Kemungkinan lain para petani tidak dapat menjual panen tebu mereka karena saat ini terdapat banyak stok gula di pasar, sehingga pabrik-pabrik penggilingan gula berpikir tidak perlu memasok pasar dengan gula lagi, sehingga mereka menolak membeli tebu petani dan karena itu Bulog tidak dapat membeli gula dari pabrik," urainya.

Namun, lanjutnya, hal ini hanya bisa nyata jika harga gula Indonesia rendah. Rata-rata harga gula kristal putih nasional pada Agustus 2018 mencapai Rp12.386 per kilogram, yang berarti hampir tiga kali lipat harga dunia yang sebesar Rp4.591,48 per kilogram pada periode yang sama.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: