Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertumbuhan Biaya Utang Menurun, Neraca Tergolong Aman

Pertumbuhan Biaya Utang Menurun, Neraca Tergolong Aman Kredit Foto: Forum Merdeka Barat (FMB) 9
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah mengaku, kondisi neraca APBN tergolong aman, kredibel, dan sehat. Hal tersebut dipengaruhi oleh beragam faktor, seperti pertumbuhan pembiayaan utang yang semakin menurun. Mengapa bisa begitu?

Berdasarkan data yang dijelaskan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pada Forum Merdeka Barat (FMB) 9, Selasa (23/10/2018), pada 2018 ini pembiayaan utang tumbuh negatif 9,7% dibandingkan dengan 2014 yang tumbuh positif hingga 14,6%. Faktor yang memengaruhi penurunan tersebut adalah peningkatan yang terjadi pada kontribusi perpajakan terhadap pendapatan negara.

"Tahun 2014, kontribusi perpajakan terhadap pendapatan negara hanya sebesar 74%. Sementara tahun 2018 ini, kontribusi perpajakan meningkat hingga sekitar 81%. APBN negara kita semakin mengandalkan enerimaan perpajakan," jelas Sri Mulyani kepada pers di Jakarta, Selasa (23/10/2018).

Meningkatnya kontribusi perpajakan dipengaruhi oleh reformasi perpajakan, peningkatan pelayanan dan kepatuhan, serta utilisasi teknologi informasi. Kondisi tersebut diiringi dengan menurunnya penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) (nettor) yang tumbuh negatif 12,2% pada 2018. Jauh bila dibandingkan dengan pertumbuhan SBN (netto) pada 2014 yang mencapai angka positif 17,8%.

"Utang hanya suplemen. Penerimaan perpajakan adalah backbone untuk pembelanjaan kita," katanya.

Oleh karena itu, defisit APBN pun mengalami penurunan setiap tahunnya. Mulanya, mencapai 2,3% terhadap PDB pada 2014. Kini, angkanya berada oada kisaran 2,1% pasa outlook APBN 2018. Bahkan dalam RAPBN 2019, pemerintah menargetkan defisit berada di bawah 2% terhadap PDB.

"Semenjak 2016, pemerintah fokus melakukan stabilisasi. Sementara pada 2017 dan 2018, kami beralih untuk lakukan konsolidasi," tambah Menkeu.

Sejalan dengan penurunan defisit APBN, defisit keseimbangan primer pun diturunkan hingga mendekati Rp0 pada 2019 mendatang. Tren penurunan tersebut telah terjadi sejak 2014, yakni dari Rp93,3 triliun (0,92% terhadap PDB) menjadi Rp64,8 triliun (0,44% terhadap PDB) pada 2018. Hal tersebut menunjukkan kemampuan negara dalam membayar bunga utang telah meningkat.

"APBN adalah alat untuk membangun infrastruktur. Kalau sistem pembelanjaannya bagus, itu semua menjadi investasi sehingga defisitnya bisa dibayarkan kembali," ujar Sri Mulyani.

Ia juga berkata, alat berbentuk APBN itu harus digunakan dengan hati-hati dan penuh perhitungan. Alasannya, agar kondisi alatnya terjaga dan tetap bisa berfungsi secara maksimal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel:

Berita Terkait