Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Telah Capai 80% dari Total Sepanjang 142,3 Km

Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Telah Capai 80% dari Total Sepanjang 142,3 Km Kredit Foto: PT Wijaya Karya (Persero)
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang dibangun tanpa menggunakan government spending atau APBN, menunjukkan tren yang semakin positif. Hal ini ditandai dengan telah selesainya akuisisi lahan 113 km atau 80% dari total jalur KCJB sepanjang 142,3 km yang menghubungkan empat stasiun, yaitu: Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar Bandung. Selebihnya, sisa lahan sepanjang 29,3 km akan segera dibebaskan dan dioptimalkan bagi fasilitas umum dan sosial.

Sejalan dengan itu, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) yang tergabung dalam HSRCC (High Speed Railway Contractors Consortium) atau Konsorsium Kontraktor Pembangunan KCJB juga telah menerima mandatori pekerjaan awal konstruksi dari PT KCIC selaku pemilik proyek untuk lahan sepanjang 83,3 km dari lahan yang sudah diakusisi.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Beli Tiket KAI yang Perlu Anda Ketahui

Direktur Utama WIKA, Tumiyana, mengatakan bahwa kurang dari satu semester sejak bergulirnya drawdown (pencairan) awal dari CDB ada April lalu, percepatan pekerjaan konstruksi KCJB terus menunjukkan grafik yang meningkat.

″Hingga pekan ke-tiga Oktober ini, WIKA yang tergabung dalam HSRCC telah menggarap tidak kurang dari 74% lahan yang selesai diakuisisi,″ ujar Direktur Utama WIKA, dalam keterangan resminya di Jakarta (26/10/2018).

Lebih lanjut, Tumiyana menjelaskan bahwa dari tanah yang sudah diserahterimakan tersebut, HSRCC telah memetakan 216 titik lokasi pekerjaan konstruksi, dimana 34 diantaranya telah dimulai
konstruksi. Konstruksi paling utama sudah dimulai pada titik-titik kritis (total 22 titik kritis), antara lain; struktur, tunnel, jembatan, dan subgrade.

″Prioritas pertama, kami fokuskan kepada titik-titik kritis karena disinilah sejatinya lokasi pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi itu harus diselesaikan dengan kalkulasi terukur dan prudent,″ jelas dia.

Titik kritis dimaknai sebagai lokasi dimana jalur yang akan dilintasi oleh KCJB yang nantinya bersinggungan dengan fasilitas atau penunjang infrastruktur yang sudah ada sebelumnya. Oleh karenanya, dibutuhkan relokasi atau penyesuaian-penyesuaian pada fasilitas atau penunjang infrastruktur tersebut tanpa mengurangi fungsi dan esensi yang melekat.

Hal itu menjadi prioritas, mengingat karateristik KCJB dengan lajunya yang sangat cepat, memang membutuhkan perlintasan sebidang sebagai mitigasi keselamatan (safety).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: