Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemensos Uji Publik Regulasi Penyandang Disabilitas

Kemensos Uji Publik Regulasi Penyandang Disabilitas Kredit Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Warta Ekonomi, Bandung -

Kementerian Sosial (Kemensos) bersama dengan kerja sama Indonesia–Jerman yang diimplementasikan oleh GIZ melalui Social Protection Programmes/ SPP dan juga institusi terkait lainnya menyelenggarakan uji publik Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Habilitasi dan Rehabilitasi bagi penyandang disabilitas.

Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos  Edi Suharto menjelaskan sekitar 21 juta atau 8,56% penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas. Tingginya populasi mereka tidak diimbangi dengan kuatnya partisipasi mereka dalam berbagai sektor antara lain pendidikan, pelatihan, penempatan kerja, dan lainnya.

Tidak hanya itu, penyandang disabilitas juga tereksklusi dari lingkungan sosial serta mendapatkan keterbatasan terhadap fasilitas dan layanan publik. Bahkan, dukungan terhadap mereka, selama ini lebih banyak dimaknai dalam perspektif charity based bukan berdasarkan hak asasi manusia (human right based).

Menurutnya, cara pandang bahwa penyandang disabilitas adalah objek harus diubah menjadi subjek dalam penentuan kebijakan dan juga merubah kebijakan yang semula hanya ditujukan untuk permasalahan sosial menjadi jaminan pemenuhan hak penyandang disabilitas

“Kita harus mengubah cara berpikir dari charity based menjadi human right based,” katanya kepada wartawan di hotel Intercontinental Bandung, Jumat (26/10/2018).

Edi menyampaikan pandangannya di hadapan peserta uji publik RPP tentang Habilitasi dan Rehabilitasi bagi penyandang disabilitas. Kegiatan ini merupakan bagian dari serangkaian uji publik ke beberapa wilayah di Indonesia untuk mendapatkan masukan, mengharmonisasikan dan menyempurnakan penyusunan RPP sebagai turunan dari Undang–Undang (UU) No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Upaya peningkatan inklusivitas penyandang disabilitas yang menyeluruh pada setiap aspek penghidupan, meliputi beberapa arah kebijakan. Antara lain pada peningkatan advokasi peraturan dan kebijakan di tingkat pusat dan daerah, pengembangan kapasitas tenaga kerja pelayanan publik, pengembangan perlindungan sosial melalui skema manfaat bagi penyandang disabilitas miskin berbasis keluarga dan tentunya sosialisasi, edukasi, dan pengarusutamaan di tingkat masyarakat.

Pembangunan inklusif disabilitas dilaksanakan dengan pendekatan twin-track dimana kegiatan pengarusutamaan disabilitas di seluruh program dan menargetkan penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari setiap program berdasarkan kesamaan hak.

“Dalam pembangunan insklusif disabilitas, pengusungan prinsip-prinsip aksesibilitas, partisipasi dan juga anti diskriminasi harus terus diperkuat,” ungkapnya.

Konsep dasar dari peyusunan draf RPP tentang Habilitasi dan Rehabilitasi bagi penyandang disabilitas adalah Convention on the Right of Person with Disability (CRPD)–konvensi mengenai hak penyandang disabilitas yang diadopsi oleh Persatuan Bangsa–Bangsa (PBB), 13 Desember 2006 dan mendapatkan status legal penuh Mei 2018.

“Konvensi ini mencerminkan perubahan pandangan mengenai disabilitas, yang mengakui bahwa mereka merupakan bagian dari keragaman umat manusia dan mempunyai hak sama dengan setiap orang,” ujarnya.

Pengakuan ini mulai menempatkan hak-hak penyandang disabilitas dalam kebijakan praktis pemerintah melalui identifikasi bahwa penyandang disabilitas harus menikmati hak-hak dasar sebanding dengan orang lain.

Sementara itu, Kegiatan Uji Publik RPP tentang Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi Bagi Penyandang Disabilitas ditujukan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai konsep habilitasi dan rehabilitasi, merinci tahapan yang diperlukan dalam pengimplementasian Peraturan Pemerintah ke depan, mempresentasikan draft RPP kepada para pemangku kepentingan dan untuk menjaring berbagai kritik serta masukan terkait substansi perumusan RPP dalam penguatan dan penyempurnaannya.

Lebih lanjut dalam kegiatan tersebut, perwakilan Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyampaikan bahwa isu disabilitas sudah menjadi isu lintas sektor meski proporsi anggaran di kementerian dan lembaga pemerintah masih bervariasi. Selain itu, dua RPP yang diinisiasi oleh Kementerian Sosial, yaitu RPP Kesejahteraan Sosial telah memasuki fase harmonisasi, yang saat ini akan diuji publik. Kegiatan uji publik merupakan penyusunan regulasi yang partisipatif.

Kegiatan diikuti 100 peserta perwakilan dari dinas/instansi sosial, Bappeda, UPT Kementerian Sosial, Organisasi Penyandang Disabilitas dan perwakilan akademisi di seluruh Provinsi Wilayah Barat Indonesia.

Kerjasama Indonesia–Jerman dalam bidang Perlindungan Sosial yang diimplementasikan melalui GIZ melalui program SPP telah memberikan dukungan kepada Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Sosial dan BAPPENAS demi memastikan tersedianya kerangka hukum yang memadai dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia.

Kerja sama yang telah berlangsung selama delapan tahun memberikan perhatian utama bagi peningkatan kapasitas dan kemampuan institusi maupun individual dalam bidang legislasi serta konsep perlindungan sosial yang komprehensif sesuai dengan resiko hidup manusia (life – cycle risk)

"Diharapkan RPP yang dirumuskan dapat menjamin tersedianya hak dasar penyandang disabilitas dalam bidang perlindungan sosial termasuk habilitasi dan rehabilitasi," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: