Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jamu Gendong: Badan Tambah Sehat, Ekonomi Pinggiran Makin Terdorong

Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan

Jamu Gendong: Badan Tambah Sehat, Ekonomi Pinggiran Makin Terdorong Kredit Foto: Dibyo Darminto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketika sedang duduk santai di teras sambil menikmati udara pagi dan kicau burung, tiba-tiba aku dikejutkan oleh panggilan suara seseorang.

"Jamune den, beras kencur, kunir asem, atau pegel linu," tampak yu jamu gendong sudah melepaskan selendang dan menaruh bakul jamu di dekatku. "Sudah lama enggak minum jamuku, den," lanjutnya.

Aku tersenyum mendengarnya. Memang yu jamu itu langgananku sejak dulu. Dia menggantikan ibunya yang sudah tidak kuat lagi jalan dan menggendong bakul jamu. Mendengar panggilanku seperti itu, saya hanya berpikir, di zaman milenial seperti ini masih ada panggilan "den". Yang kalau di Jakarta pasti dipanggil dengan sebutan "bro".

Tapi tak apalah, keberadaan yu jamu yang masih setia menggendong jamu merupakan salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan. Dan langganannya, ternyata tak lapuk oleh zaman. Tetap saja mereka setia mengonsumsi jamu tradisional ini. Bagi mereka jamu merupakan minuman kesehatan tradisional yang diramu dari berbagai paduan rempah-rempah. Jamu juga baik untuk kesehatan atau sekedar menyegarkan badan agar selalu fit.

"Aku mau beras kencurnya saja ya, yu." Yu jamu mengangguk dan mengangkat botol isi air beras kencur lalu mengocok berkali dan menuangkan ke dalam gelas kecil.

"Monggo den, enggak mau yang pahitnya, den?" Saya menggelengkan kepala, sambil nyletuk: urip wis pahit yu, mending sing manis manis wae (Hidup sudah pahit, mendingan yang manis-manis saja). "Ah, bisa saja, den. Nambah lagi nggak atau nyobain kunir asemnya?" pinta si yu jamu sambil mengangkat botol isi kunir asem.

"Boleh deh, kunir asemnya saja, tapi jangan penuh-penuh," ujarku.

Setelah meneguk jamunya, memang jamu Yu Siti dari dulu rasanya tidak berubah. Tidak terlalu manis, tapi juga tidak membuat mual. Inilah sebabnya, pelanggan semakin bertambah banyak meskipun jamunya harus bersaing dengan jamu gerobakan yang mangkal setiap sore, yang menyediakan jamu sachet dan seduhan. Iseng-iseng saya tanya: Yu, botol jamunya kok enggak ganjil jumlahnya?

Dia hanya tersenyum dan menjelaskan jika jumlah botol sudah menjadi mitos, sudah berubah paradigmanya. Jumlah botol sudah tidak menunjukkan status si penjual jamu, tapi menunjukkan prospek rezeki. Semakin banyak botol yang diangkut (jumlahnya ganjil atau genap) untungnya jauh lebih besar dibandingkan jika membawa sedikit. Masuk akal juga.

Kenapa penjual jamu gendong biasanya perempuan dan kenapa jamu gendong masih bertahan hingga kini? Dalam sejarahnya, jamu merupakan hasil kreasi masyarakat Indonesia sejak zaman Kerajaan Mataram. Keterbatasan alat transportasi dan komunikasi membuat pelayanan kesehatan tidak sampai ke pelosok desa. Pelayanan kesehatan yang hanya berpusat di kota membuat masyarakat yang tinggal jauh dari pusat kota mencari cara sendiri untuk menyembuhkan sakitnya. Praktik-praktik pengobatan di desa biasanya dilakukan oleh "orang pintar" atau dukun, yaitu dengan menggunakan ramuan (jamu). Masyarakat yang jauh dari tempat praktik "orang pintar" tentu saja mengalami kesulitan untuk mendapatkan jamu.

Untuk itu, muncullah sistem pendistribusian yang awalnya dilakukan oleh laki-laki atas perintah orang pintar. Laki-laki mendistribusikan jamu dengan memikulnya, sementara kaum perempuan mendistribusikan jamu dengan cara menggendongnya. Selanjutnya pendistribusian jamu hanya dilakukan oleh kaum perempuan saja karena tenaga laki-laki dianggap lebih baik untuk pekerjaan lain seperti di pertanian. Karena tenaga laki-laki lebih diperlukan untuk usaha pertanian, penjualan jamu lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan.

Setelah mengetahui usaha jamu tersebut menguntungkan, para penjual mulai menjual jamu buatan sendiri. Bahkan banyak menarik minat perempuan lain untuk berjualan. Resep-resep jamu yang diperoleh dari para dukun bayi tersebut mulai ditularkan dari mulut ke mulut sehingga semakin banyak orang yang mengetahuinya.

Sesudah masa kemerdekaan, banyak penduduk desa yang pindah ke kota untuk mengadu nasib dengan cara menjadi buruh atau berdagang, demikian juga para penjual jamu tersebut. Mengingat konsumen yang dilayani berbeda-beda, jenis jamu yang dijual akhirnya berupa jamu-jamu yang mempunyai khasiat lebih umum, seperti cabe puyang, beras kencur, dan daun pepaya. Saat ini jenis jamu yang dijual oleh penjual jamu semakin banyak. Meskipun demikian, mereka tetap mengembangkan resep-resep yang diturunkan oleh para leluhur.

Bagaimana nasib para penjual jamu gendong sekarang? Dalam perkembangannya, mbok jamu gendong sudah mulai berkurang jumlahnya, entah karena tidak ada yang mewarisi lagi atau mulai berkurang peminat jamu tradisional. Di kota besar seperti Jakarta, keberadaan si mbok jamu pun mulai menghilang perlahan. Dan seiring dengan perkembangan zaman, sudah jarang ditemui penjual jamu gendong di sekitar kita. Saat ini, penjual jamu gendong mulai banyak yang menjajakan dagangan dengan sepeda maupun gerobak.

Juga munculnya kompetitor baru di era yang serba modern ini karena tidak sedikit perusahaan besar kini menjual jamu dalam kemasan yang diproses dengan cara yang lebih modern. Kompetitor baru ini kini menjadi pengganti peran mbok jamu.

Kenapa jamu gendong harus dilestarikan ? Pertama, jamu gendong menjadi minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Minuman tersebut memang dipercaya memiliki manfaat kesehatan yang baik bagi tubuh karena terbuat dari bahan-bahan tumbuhan dan rempah-rempah. Kebiasaan minum jamu pun masih bertahan hingga saat ini. Kedua, berbagai jenis jamu sudah dipercaya mengobati berbagai keluhan kesehatan, mulai dari yang sepele seperti kecapekan hingga yang serius seperti kencing manis dan hipertensi.

Ketiga, yang paling khas dari metode penjualan jamu tradisional adalah melalui mbok-mbok jamu gendong yang menjajakan jamu door to door. Keempat, meskipun terlihat sepele, jamu gendong bisa dikatakan unik karena hanya ada di Indonesia. Mbok-mbok jamu gendong ini merupakan pihak yang membantu melestarikan keberadaan jamu di masyarakat, meskipu regulasi yang ada kurang memihak penjual jamu gendong, terutama masalah perizinan. Kelima, keberadaan penjual jamu gendong ini perlu dilestarikan karena merupakan aset untuk lebih mempromosikan jamu ke masyarakat.

Keenam, manfaat jamu gendong keliling merupakan bukti nyata warisan budaya Indonesia. Racikan jamu yang kita nikmati didapat dari ilmu turun-temurun keluarga penjaja jamu sampai saat ini, merupakan bagian asli dari budaya Indonesia. Menjadikan kebanggaan sendiri jika kita masih mengonsumsi jamu gendong karena termasuk melestarikan budaya minum jamu.

Beberapa hal yang dapat menjadi lesson learn dari jamu gendong adalah

1. Jamu gendong adalah minuman kesehatan yang terbuat dari tanaman-tanaman herbal khas Indonesia yang telah melegenda dan mendunia. Walau perkembangan teknologi telah melahirkan obat-obat modern, tetapi jamu gendong sebagai minuman kesehatan alias obat alami bagi tubuh tetap eksis dan harus tetap dipertahankan keberadaannya sebagai warisan dari leluhur yang berasal dari tanaman-tanaman yang hidup di Indonesia. Kekayaan rempah-rempah tanah air ini jika dikemas dalam bentuk sebuah jamu untuk kesehatan pastinya tidak akan kalah dengan obat-obat rempah-rempah dari negara lain, seperti dari China, Korea, maupun Jepang;

2. Jamu sebagai minuman kesehatan tradisional bukan lagi menjadi minuman biasa yang hanya dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah, seperti kalangan para pekerja fisik keras, para buruh, para tukang bangunan, para sopir, tukang becak, tukang tambal ban, buruh, dan jenis pekerjaan lainnya yang mengeluarkan ekstra stamina dan membutuhkan sejenis doping untuk mengembalikan stamina yang terkuras.

Namun, harus lebih dari itu. Jamu gendong sudah harus menjadi minuman khas yang harus diminum oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Simpulan

- Indonesia sangat dikenal dengan surganya rempah-rempah. Karena rempah-rempah ini, Belanda dan Jepang secara bergantian menginvasi Indonesia. Mereka datang ke Indonesia untuk mengambil rempah-rempah dan dibawa ke negaranya. Untuk itu, tidak salah kiranya jika menganggap jamu gendong adalah local wisdom Indonesia. Jamu gendong berasal dari campuran rempah-rempah kekayaan Indonesia yang sebenarnya. Jamu gendong adalah obat alami ini sangat bermanfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh;

- Itulah sebabnya jika Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI menyatakan jamu gendong harus tetap dilestarikan sebagai usaha pelestarian pengobatan tradisional khas Indonesia dan sebagai pengobatan alternatif sebagai upaya promotif dan preventif kesehatan;

- Sekarang, tinggal bagaimana kita memasyarakatkan jamu gendong agar tetap menjadi minuman sehat di negerinya sendiri, yang digandrungi oleh setiap kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Dan yang terpenting, bagaimana masyarakat kita lebih memilih jamu sebagai minuman kesehatan daripada produk-produk lain sebagai bagian melestarikan Budaya Indonesia, khususnya kearifan lokal yang selalu didengung-dengungkan tanpa aksi yang jelas.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: