Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hak Politik Walikota Kendari Nonaktif dan Ayahnya Dicabut

Hak Politik Walikota Kendari Nonaktif dan Ayahnya Dicabut Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Majelis hakim yang mengadili Asrun dan Adriatma Dwi Putra mencabut hak politik keduanya selama 2 tahun. Sehingga keduanya tidak memiliki hak untuk dipilih atau memilih selama waktu yang ditentukan itu selesai menjalani masa pidananya.

"Pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik Asrun dan Adriatma masing-masing 2 tahun setelah selesai jalani pidana," ujarnya ketua majelis hakim, Haryono membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/10/2018).

Asrun merupakan mantan Wali Kota Kendari yang juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra). Sedangkan anak Asrun, Adriatma, menjabat sebagai Wali Kota Kendari saat dijerat KPK.

Dalam putusan itu, hakim menyatakan terdakwa Asrun dan Adriatma Putra telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

"Asrun dan Adriatma Putra telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama," katanya.

Asrun dan Adriatma terbukti bersalah menerima suap Rp6,8 miliar dari kantong mantan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah. Uang suap dimaksud agar Asrun memenangkan proyek lelang perusahaan Hamzah.

Proyek yang rencana dikerjakan Hasmun yaitu pembangunan Gedung DPRD Kota Kendari, Tambat Labuh Zona III TWT, dan Ujung Kendari Beach. Selain itu, Adriatama juga diminta untuk memenangkan proyek pembangunan Jalan Bungkutoko Kendari New Port.

Melalui orang kepercayaannya bernama Fatmawati, Asrun dan Adriatma mengumpulkan dana kampanye dari rekanan pengusaha. Dana kampanye itu untuk Asrun di Pilgub Sultra.

"Fatmawati minta Hasmun menyiapkan dana Pilgub Sultra butuh biaya banyak dan Hasmun menyanggupinya," lanjut hakim.

Hakim menyebutkan, Hasmun memberikan uang Rp4 miliar untuk Asrun melalui Fatmawati atas permintaan komitmen fee proyek yang dikerjakan. Sedangkan, Adriatma menerima uang Rp2,8 miliar dari Hasmun. Uang itu untuk membantu biaya kampaye ayahnya.

"Atas uraian diatas, unsur menerima hadiah atau janji terpenuhi," imbuhnya.

Asrun dan Adriatma melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim

Bagikan Artikel: