Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Percepat SDGs, Pemerintah Terus Perkuat ISPO

Percepat SDGs, Pemerintah Terus Perkuat ISPO Kredit Foto: Gapki
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah terus memperkuat Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO). Penguatan ini dapat semakin meyakinkan industri kelapa sawit dikelola dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.

Pernyataan tersebut disampaikan Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Menko Perekonomian saat menjadi pembicara di hari kedua 14th Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2018 di Nusa Dua, Bali, Jumat (2/11/2018).

"Sertifikasi ini dibangun sebagai sebuah sistem yang dapat meningkatkan keberlanjutan praktik bisnis minyak kelapa sawit," kata dia sesuai siaran pers yang diterima di Jakarta.

Selain tujuan itu, menurut Musdhalifah, ISPO juga guna membuktikan kontribusi Indonesia dalam pengembangan kualitas lingkungan hidup, ekonomi dan sosial, serta peningkatkan tingkat penerimaan dan daya saing, baik di pasar domestik maupun internasional.

"Yang tidak kalah penting, sebagai kontribusi industri kelapa sawit dalam Indonesia Nationally Determined Contributions (NDC) yang telah dicanangkan pada 2015 di COP 23 Paris, Prancis," jelas Musdhalifah.

Beberapa perbedaan antara ISPO yang diperkuat dan ISPO yang berlaku saat ini ialah keterlibatan NGO dan auditor independen dalam menciptakan transparansi operasional. ISPO juga akan memiliki prinsip-prinsip, kriteria, dan indikator-indikator yang lebih rinci sebagai sebuah standar pemenuhan penilaian, adanya reformasi organisasi, dan prosedur sertifikasi yang melibatkan NGO sebagai pengawas independen.

Selain itu, menurutnya, ISPO akan diatur dalam peraturan presiden. Sistem yang dapat menunjukkan keberlanjutan manajemen dari masyarakat ke industri juga terus ditingkatkan.

Terkait dengan Sustainable Development Goals (SDGs), ada empat aspek dan delapan prinsip atau kriteria yang lebih ditekankan. Keempat aspek tersebut adalah aspek legal, ekonomi, sosial dan budaya, serta lingkungan hidup.

Sementara kedelapan kriteria yang diukur adalah legalitas usaha perkebunan, manajemen perkebunan, perlindungan dan pemanfaatan hutan dan lahan gambut, manajemen dan pengawasan lingkungan hidup, pertanggungjawaban terhadap buruh, tanggung jawab sosial dan memberdayakan perekonomian komunitas, peningkatan keberlanjutan bisnis, serta pelacakan rantai pasokan.

"Kedelapan prinsip tersebut berkontribusi kepada pemenuhan target SDGs," ujarnya.

R Aziz Hidayat, Ketua Sekretariat ISPO, menyampaikan bahwa kebijakan standardisasi ISPO merupakan kebijakan yang mendukung percepatan agenda SDGs di 2030.

Beberapa poin itu, di antaranya mengangkat seluruh masyarakat dunia keluar dari zona kemiskinan dan kelaparan; meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan; keterjangkauan dan clean energy; pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi; industri, inovasi, dan infrastruktur; mereduksi ketimpangan sosial; bertanggung jawab terhadap aktivitas konsumsi dan produksi; climate action; serta partnership dan kolaborasi dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Azis juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, ISPO telah memiliki 15 badan sertifikasi dengan jumlah auditor ISPO mencapai 1.470 orang. Berdasarkan data statistik, sepanjang 2013-2018, total perusahaan dan petani yang telah melakukan sertifikasi ISPO telah mencapai 413, yang meliputi 407 sertifikasi perusahaan, tiga petani plasma, dan tiga petani mandiri.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: