Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Keputusan yang Solid di Tahun 2019

Oleh: Bramantyo Djohanputro, Direktur Eksekutif PPM Manajemen

Keputusan yang Solid di Tahun 2019 Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemilu 2019 sudah di ambang pintu. Pesta sudah dimulai sejak 23 September 2018, saat dimulainya masa kampanye secara resmi. Masyarakat mulai was-was karena pemilu sering diartikan gangguan aktivitas ekonomi. Ada pemilu berarti economic slowdown. Ironis memang, kalau pemilu adalah pesta maka sektor ekonomi pun seharusnya ikut berpesta. Tetapi ekspektasi masyarakat justru sebaliknya.

Pergerakan nilai tukar rupiah juga ikut meramaikan kekhawatiran masyarakat. Rupiah melemah berdampak pada naiknya beban impor. Bila tidak diatasi dengan baik, naiknya impor bisa memicu balik pelemahan rupiah. Ini seperti self prophecy. Bila rupiah terus melemah, investor khawatir suku bunga meningkat sehingga berdampak pada mahalnya bunga pinjaman. Akibatnya, profitabilitas perusahaan menurun. Jadi kalau salah kebijakan, ekonomi akan terus menurun.

VUCA atau kependekan dari volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity menjadi istilah yang mulai akrab di telinga banyak orang. Dalam Harvard Business Review, volatility berarti terjadi perubahan atau gejolak, semakin banyak dan semakin kuat dorongan perubahan dan katalisnya. Uncertainty berarti situasi yang sulit diprediksi dan memunculkan banyak kejutan. Complexity berarti banyak isu yang tidak jelas, hubungan sebab-akibat antara gejolak dan penyebab semakin kabur. Ambiguity berarti ketidakjelasan realita, sulit membedakan mana yang riil, mana ilusi. Mengartikan realita pun semakin susah sehingga memunculkan potensi kesalahan dalam memahami situasi.

Saya sendiri ingin menambahkan huruf P ke dalam VUCA menjadi VUCAP. Huruf P di sini diartikan dengan paradoxes. Paradoxes adalah pemahaman yang sepertinya benar, tetapi memunculkan kebenaran lain yang bertentangan. Salah satu yang bisa dijadikan contoh adalah tren belanja daring atau e-commerce. Selain itu, kemunculan internet of things (IOT), memberi kesempatan untuk kerja sendiri dan mandiri. Istilahnya, orang sekarang bisa hidup di tengah hutan sendirian, tetapi tetap bisa produktif berkat IOT. Jadi kata kuncinya, hidup sendiri – mandiri. Kantor menjadi sepi karena karyawan, terutama yang muda, bisa bekerja dari mana saja. Mal dan tempat belanja juga diperkirakan menjadi sepi karena konsumen bisa memesan lewat daring.

Tetapi paradoksnya, mereka yang bekerja sendiri–mandiri dengan IOT, ternyata tidak dapat hidup sendiri. Perlu sosialisasi sebagai mana layaknya seorang insan. Mereka memerlukan wahana perjumpaan dan pertemanan. Itulah alasan mal tetap ramai. Bukan sebagai tempat belanja kemudian pulang, tetapi menjadi tempat perjumpaan. Kafe menjadi ramai sebagai tempat berdiskusi. Restoran juga ramai untuk menikmati makan bersama-sama kolega. Kalau Anda menghadapi paradox seperti itu, ke mana arah bisnis Anda?

Saya juga baru membaca artikel tentang media sosial (medsos). Dengan IOT, media sosial berkembang pesat. Semua orang menggunakan medsos, bahkan mereka menggunakan lebih dari satu medsos. Orang bisa berkomunkasi untuk hal-hal sederhana termasuk gosip sampai hal rumit melalui medsos. Tidak perlu bertemu. Pengguna medsos berharap dapat memperoleh data dan informasi yang akurat untuk menjadi informan dan pengambilan keputusan. Di sini peran medsos sebagai pemberi data berlimpah jelas terlihat.

Akan tetapi, sekarang banyak medsos bertumbangan. Orang mulai tidak percaya pada data atau informasi yang beredar di medsos. Kenyataannya, banyak hoax sehingga data tidak bisa dipercaya akibat hasil kreasi hoaxers, bukan data dari realita. Atau, datanya aktual tetapi dengan bumbu-bumbu tertentu.Sementara sebagian lagi, data aktual tetapi dimodifikasi dan diinterpretasi sehingga maknanya bisa menyimpang.

Ketidakpercayaan kepada data dan informasi yang beredar di medsos mendorong banyak orang untuk kembali ke pola lama atau pola konvensional. Pola ini dimulai dari bertemu dengan sumber data dan informasi, melakukan verifikasi sehingga yakin akan kebenaran dan keakuratan dari data dan informasi tersebut. Paradoks lainnya, medsos mestinya membuat orang bisa mengkases data dan informasi untuk pengambilan keputusan. Namun, semakin banyak medsos—yang berarti semakin banyak data dan informasi yang beredar—orang ragu akan kebenaran dari data dan informasi tersebut.

Dalam keadaan seperti itu, pemimpin institusi baik korporasi maupun publik perlu memperhatikan beberapa aspek strategis berikut ini.

Small Data – Fast Decision – Frequent Monitor

Aspek ini amat penting dalam pengambilan keputusan strategis yang harus dibuat cepat. Pemimpin harus bisa membuat kesimpulan dan membuat keputusan dengan data yang sedikit dan terbatas, tanpa menunggu data yang banyak. Bila data sudah berlimpah berarti banyak pihak sudah mengetahui dan mereka mungkin sudah bertindak. Jadi kalau menunggu data berlimpah, Anda ketinggalan dalam memutuskan dan bertindak.

Yang menjadi masalah adalah adanya rasa khawatir terhadap keakuratan keputusan berbasis data yang ramping atau minim. Solusinya, perbanyak monitor dengan periode yang lebih pendek. Dengan berjalannya waktu, keputusan bisa disempurnakan dengan memanfaatkan data tambahan setiap kali monitor dilakukan. Monitor yang pendek membantu mempercepat mengetahui penyimpangan atau kesalahan keputusan sehingga bisa dengan cepat melakukan perbaikan atau perubahan keputusan.

Big Data – Strategy Reshaping – Strategy Deployment

Tidak berarti Anda mengabaikan data yang sangat besar atau big data ini. Ini tetap diperlukan sebab big data akan sangat baik untuk mempertajam strategi yang disusun. Keputusan yang dibuat pada tataran strategi dan dengan data terbatas (small data) diperbaiki secara terus-menerus dan bertahap (incremental) sehingga menjadi semakin smarter. Yang dimaksud smarter di sini adalah specific, measurable, attainable, reasonable, time oriented, encouraging, dan rewarding.

Bukan hanya mempertajam, big data analysis juga berguna untuk penurunan strategi ke tingkat program dan operasionalisasi. Tahap ini bisa dimanfaatkan untuk membantu membangun model bisnis. Bila mengacu ke Business Model Canvas (BMC), analisis data raksasa bisa membantu merumuskan ulang segmen yang dituju, cara mencapai pelanggan, merumuskan sumber pendapatan (revenue stream), dan komponen lain dari sembilan komponen dalam BMC.

Competitive Edge Focus - Value Proposition and Capability

Fokus pada apa yang ditawarkan dan janjikan. Buat hal itu selalu teringat di benak pelanggan Anda tentang semua hal yang bisa diwujudkan untuk dinikmati pelanggan sehingga memberi nilai tambah secara signifikan bagi pelanggan. Dalam kenyataannya, proposisi nilai bersifat dinamis. Keunikan yang ditawarkan di masa lalu bisa tidak lagi relevan karena perubahan lingkungan. Yang dianggap penting dan bernilai oleh pelanggan bergeser sehingga manfaat produk Anda menjadi tidak lagi relevan. Menjadi tidak relevan juga bisa karena munculnya pesaing yang mampu menawarkan proposisi nilai yang sejenis dengan manfaat yang lebih baik.

Proposisi nilai akan mudah ditiru pihak lain bila kapabilitas yang dimiliki organisasi, sebagai sumber penciptaan proposisi nilai, mudah ditiru atau direplikasi oleh pihak lain. Intinya, kapabilitas itu harus unik, langka, dan tidak mudah ditiru. Kapabilitas juga harus dinamis dan bisa mengikuti perubahan sehingga nilai tambah yang ditawarkan akan tetap relevan.

Upside – Downside Risk Responses

VUCAP menimbulkan risiko yang memungkinkan tujuan tidak tercapai. Organisasi perlu menyiapkan piranti untuk merespons risiko yang muncul dari VUCAP. Sejauh mungkin, organisasi mengupayakan untuk mengurangi kemungkinan munculnya VUCAP, atau mengurangi sensitivitas organisasi terhadap VUCAP. Kalau pun tidak, organisasi perlu menyiapkan piranti respons, termasuk cadangan kapital, untuk mengatasi dan melakukan pemulihan bila VUCAP benar-benar terjadi dan berdampak pada organisasi.

VUCAP sering hanya dilihat dari sisi negatif. Saran-saran yang diungkap di dalam Harvard Business Review fokus pada upaya mengatasi VUCA dari sisi negatif bila risiko muncul. Misalnya, perlunya alokasi sumber daya untuk berjaga-jaga bila kejutan volatilitas menghantam organisasi.

Namun, organisasi perlu melihat sisi positif dari VUCAP, yaitu berupa peluang. Aspek positif ini yang sering terlewatkan organisasi. Perlu kejelian dalam melihat dan mengolah setumpukan data sehigga bisa melakukan ekstraksi peluang usaha. Paradoks bisa terjadi pada setiap kejadian. Inilah tantangan eksekutif untuk menangkap sisi positif sehingga tahun 2019 bisa dilalui dengan tenang dan percaya diri.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: