Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Hanya Negara, Ponsel Black Market Juga Rugikan Pihak Lain

Tak Hanya Negara, Ponsel Black Market Juga Rugikan Pihak Lain Kredit Foto: Unsplash/Jakob Owens
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan peredaran ponsel Black Market (BM) di Indonesia yang diprediksi oleh Strategic Analytics akan meningkat sebesar 4,5% pada 2019 mendatang menimbulkan banyak dampak negatif untuk pihak yang bergelut di industri telekomunikasi dan elektronika. Mulai dari konsumen, manufaktur, operator, hingga pemerintah.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia, Ali Soebroto, ponsel ilegal yang tidak distandardisasi tidak akan dikenakan PPn, padahal ada keuntungan dari penjualan ponsel tersebut. Bila ditotal, selama setahun negara dapat mengalami kerugian hingga Rp1 triliun.

“Jadi misalkan  PPn-nya tidak bayar, itu besarannya 10%., pasar BM mencapai 20% dari 60 juta yang berarti 12 juta. Makanya dari Menteri Perindustrian menyampaikan, dar i  penjualan BM sebesar 12 juta itu 10%-nya 1 juta, kalau untungnya 12 triliun berarti 1 triliun kerugiannya,” jelas Ali kepada Warta Ekonomi, di Jakarta, Selasa (6/11/2018).

Ali menambahkan, belum lagi dengan adanya kerugian pada industri dalam negeri. Kemudian, akan muncul efek perusakan harga di pasar. Dengan begitu, akan muncul kedulitan-kesulitan yang memicu persaingan yang tidak adil antarpenjual. Misal, pada manufaktur akan terjadi kompetisi tidak sehat dan terjadi tekanan harga pasar, penjualan pun akan mengalami kerugian. Hak Cipta, Hak Paten, dan Merek serta HAKI dari merek yang mereka buat juga dapat dilanggar oleh penyelundup ponsel BM.

“Jadi, kerusakannya sangat banyak. Maka dari itu, produk harus mengandung local content, tidak boleh impor. Ponsel dalam bentuk barang jadi pun sekarang tidak boleh impor, kecuali perangkat 2G atau 3G dan harus mendapat izin dari Kementerian Perindustrian.”

Sementara itu, kerugian dari beredarnya ponsel BM yang akan dirasakan oleh konsumen adalah kinerja dan kehandalan perangkat yang buruk. Perangkatnya juga tidak memiliki garansi dan dukungan purnajual. Keselamatan dan keamanan pengguna pun akan terancam. Dari pihak operator pun, akan mengalami kerugian pada beban biaya tinggi dalam perbaikan pelayanan karena rendahnya QoS perangkat dari BM.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: