Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Minyak Sawit, Salah Satu Solusi di Tengah Pelemahan Rupiah

Minyak Sawit, Salah Satu Solusi di Tengah Pelemahan Rupiah Kredit Foto: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)
Warta Ekonomi, Jakarta -

Terjadinya perang dagang AS-China yang mengakibatkan melemahnya rupiah ternyata bisa memunculkan potensi di komoditas ekspor Indonesia. Sebagai salah satu komoditas pemegang pangsa pasar terbesar minyak nabati dunia, kelapa sawit bisa menjadi salah satu solusi bagi negara Indonesia untuk memanfaatkan potensi ekspor dalam pelemahan rupiah yang kini sedang terjadi.

Pembina Forum Warta Pena (FWP), Melani L Suharli, mengatakan secara teori, pelemahan nilai tukar akan menjadikan bertambah tingginya biaya impor

"Karena semakin mahalnya harga barang yang diimpor bila dikonversikan ke mata uang lokal, makan itu akan mengakibatkan biaya impor bertambah. Sebaliknya, pelemahan rupiah membuat komoditas ekspor lebih tinggi karena membuat harga lebih murah bagi negara pengimpor,” kata  dalam acara diskusi  Potensi Ekspor di Tengah Pelemahan Rupiah yang digelar di Puri Denpasar Hotel, Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Sementara itu, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Tofan Mahdi, mengatakan, saat ini Indonesia memiliki 14 juta hektare perkebunan kelapa sawit dan merupakan produsen minyak sawit tebesar di dunia yang produksi minyak sawitnya mencapai sekitar 42 juta ton, yang 31 juta ton diantaranya terserap di pasar ekspor dunia.

“Sejak 15 tahun terakhir, minyak sawit telah menjadi komoditas pemegang pangsa pasar terbesar dalam persaingan minyak nabati dunia. Sawit menghasilkan minyak nabati yang jauh lebih efisien dibandingkan minyak nabati yang lain. Satu hektare per tahun bisa menghasilkan 4 ton minyak sawit, yang jika dibandingkan dengan minyak bunga matahari, 1 tonnya baru bisa didapatkan dengan 4-5 kali jumlah lahan yang lebih besar daripada sawit,” kata Tofan.

Hal tersebut disetujui oleh Pengamat Ekonomi Indef, Bhima Yudhistira Adinegara. Bhima mengatakan bahwa CPO memberikan kontribusi yang cukup besar dari total ekspor non migas.

"Padahal ekspor CPO berkontribusi 15% dari total ekspor non migas," ungkap Bhima. 

Oleh karena itu, sawit merupakan pilihan yang tepat bagi pemerintah untuk sektor penyerapan tenaga kerja yang besar, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah, apalagi di saat pelemahan rupiah yang kini sedang terjadi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: