Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pekerja Perempuan Saudi Meroket 9% di Kuartal Kedua

Pekerja Perempuan Saudi Meroket 9% di Kuartal Kedua Kredit Foto: Reuters/Hamad I Mohammed
Warta Ekonomi, Riyadh -

Lebih banyak perempuan Saudi yang bergabung dengan angkatan kerja saat kerajaan membuka agenda reformasinya untuk meningkatkan pekerja perempuan dengan mencabut larangan mengemudi dan membuka posisi di sektor yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki.

Pekerja perempuan Saudi meningkat sekitar 9 persen menjadi 593.356 pada kuartal kedua dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menurut data pemerintah dari Otoritas Umum untuk Statistik di Riyadh.

Jumlah total warga Saudi yang bekerja di sektor swasta meningkat 5,7 persen pada kuartal kedua dari tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran Saudi total tetap tidak berubah pada 12,9 persen.

Negara ini bertujuan untuk mendiversifikasi ekonominya dan mengurangi ketergantungannya pada minyak dengan Visi 2030 sebagai cetak biru untuk reformasi ekonominya. Bagian dari rencana itu adalah dengan mengangkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja hingga 30 persen pada 2030, dari sebelumnya 22 persen.

Pengekspor minyak terbesar dunia itu mencabut larangan mengemudi bagi perempuan pada bulan Juni. Diperkirakan tiga juta perempuan akan mengemudi di Saudi pada tahun 2020, menurut survei PwC.

Kerajaan itu membuka peluang bagi perempuan Saudi di sektor yang didominasi laki-laki, termasuk peran perbankan papan atas, awak kabin dan pengendali lalu lintas udara.

Tingkat partisipasi ekonomi perempuan Saudi mencapai 19,6 persen pada kuartal kedua dibandingkan dengan 18,7 persen pada periode tahun lalu, data menunjukkan.

Pendidikan, kesehatan, layanan sosial, dan ritel adalah sektor terbesar yang mempekerjakan perempuan Saudi di kuartal kedua, menurut laporan itu.

Pertumbuhan ekonomi Saudi akan meningkat menjadi 2,5 persen pada akhir tahun ini dan 2,7 persen pada 2019, naik dari 2017 ketika harga minyak yang rendah menekan pendapatan negara dan menghambat pertumbuhan, Moody Investors Service mengatakan kepada The National bulan lalu.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: