Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK: Tingkat Bunga Layanan Fintech Berkaitan dengan Kesepakatan 2 Pihak

OJK: Tingkat Bunga Layanan Fintech Berkaitan dengan Kesepakatan 2 Pihak Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Salah satu kendala yang terdapat dalam upaya meningkatkan inklusi ekonomi melalui layanan financial technology (fintech) ialah bunga yang dinilai terlalu besar. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaid,a membuka suara pada Selasa (13/11/2018) di Jakarta.

Nurhaida mengatakan, tingkat bunga yang dikenakan dalam layanan fintech ditentukan oleh kedua pihak, yakni peminjam dan yang meminjamkan. Hal tersebut berkaitan dengan kesepakatan di antara dua pihak tersebut sehingga OJK tak bisa mengintervensi begitu saja.

"Mengapa demikian? Itu merupakan kebijakan dari yang meminjamkan, ia sendiri yang akan melihat risiko dari peminjamnya. Artinya, kalau kedua pihak tidak setuju tidak mungkin terjadi kesepakatan," papar Nurhaida.

Namun, ia menambahkan, sebagai regulator, OJK memastikan P2P fintech mewajibkan transparansi dan keterbukaan informasi kepada peminjamnya. Dengan demikian, penyedia jasa pinjaman fintech dapat memperkirakan risiko-risiko yang akan terjadi dari kesepakatannya dengan sang peminjam.

"Kalau peminjam transparan tentang kondisi bisnisnya, masa depan bisnisnya, prospek ke dapannya, maka yang meminjamkan bisa tahu risikonya. Nah, risiko tersebut akan berhubungan dengan besarnya return yang diharapkan, atau bunga yang dikenakan," ujar Nurhaida.

Dalam salah satu ketentuan OJK, yakni POJK No. 77 Tahun 2016, perusahaan fintech harus memastikan peminjamnya melakukan transparansi dan keterbukaan informasi. Berdasarkan informasi yang diterima, fintech P2P akan menilai sendiri berapa tingkat risiko yang akan terjadi.

"Seharusnya hal itu ditaati, kalau tidak akan dikenakan sanksi," ucap Nurhaida tegas.

Sementara itu, dalam menanggapi laporan pengaduan konsumen kepada LBH seputar penyalahgunaan data oleh layanan fintech, OJK akan menelusuri apakah yang melakukannya adalah fintech legal yang terdaftar, tercatat, atau memiliki izin dari OJK. Bila tidak terdaftar, proses penertiban akan ditangani oleh instansi lain yang bergerak di ranahnya, contohnya adalah Satgas Waspada Investasi yang yerdiri dari beberapa instansi.

"OJK merupakan salah satu anggota Satgas Waspada Investasi. Ada pula kepolisian dan instansi lain yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah di luar ranah OJK. Namun, bila terbukti itu fintech yang terdaftar atau tercatat di OJK, akan diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Sanksi mulai dari peringatan hingga pencabutan izin," papar Nurhaida.

OJK juga bekerja sama dengan Kemenkominfo dalam menangani fintech ilegal, yakni dengan memblokirnya. Hingga saat ini sudah dilakukan cukup banyak pemblokiran terhadap fintech ilegal yang tak terdaftar ataupun tercatat di OJK.

Sementara itu, per Agustus 2018 sudah ada 73 fintech P2P Landing yang terdaftar di OJK. Lebih lanjut, fintech yang telah memiliki izin itu berjumlah 1. Ke depannya, jumlah akan bertambah seiring dengan pembaruan data yang akan dilakukan oleh OJK.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: